Hoaks Komoditas Utama Kampanye Pemilu 2019

Hoaks Komoditas Utama Kampanye Pemilu 2019

FAJAR - Kecenderungan menyebarluaskan berita bohong atau hoaks sebagai modus baru dalam melakukan manuver politik terus akan berlanjut menuju pelaksanaan agenda pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (pileg) tahun ini. Karena itu, masyarakat dan semua institusi penegak hukum perlu mewaspadai kecenderungan itu. Hal itu disampaikan oleh Ketua DPR RI yang juga sebagai politisi Golkar, Bambang Soesatyo dalam keterangannya di Jakarta, Senin (7/1). \"Setelah hoaks tentang tujuh kontainer berisi surat suara Pemilu yang telah tercoblos, tidak tertutup kemungkinan akan muncul yang lain dan masih berkait dengan persiapan Pilpres dan Pileg 2019,\" kata Bamsoet. Merespon pernyataan Politikus asal Jawa Tengah itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin mengakui bahwa berita bohong atau hoaks susah menjadi satu trend dan komoditas baru di era milenial dalam melakukan strategi pemenangan politik di tahun 2019 ini. Lanjut, akademisi asal Universitas Al-Azhar ini menilai, momentum lemahnya persatuan berbangsa dan bernegara dibarengi perkembangan teknologi informasi benar-benar diberdayakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menghalalkan segala cara agar kandidat yang diusung lolos atau menang. Dalam proses Berdemokrasi di Indonesia belum dapat dilakukan dengan cara berpolitik yang beradap, tetapi lebih mengambil cara politik permusuhan, saling serang, dan menebar fitnah, kata Ujang saat dihubungi Fajar Indonesia Network di Jakarta, Senin (7/1). Meski terkadang keefektifan tidak maksimal, Ujang memaparkan, saat ini hoaks merupakan salah satu menu inti dari kajian umum ada dua strategi politik. Dalam politik ada dua strategi. Pertama, strategi pencitraan. Lalu yang kedua, strategi pembusukan lawan. \"Nah hoax ini sudah disematkan pada dua kajian tersebut,\" pungkasnya. Putra daerah asal Provinsi Jawa Barat ini berharap, pihak-pihak yang melakukan penyebaran hoaks untuk mendapatkan keuntungan ataupun masyarakat yang terkena hoaks kiranya dapat segera sadar dan kembali pada cara politik yang beradab. Hoaks bukan hanya untuk diwaspadai. Tapi juga untuk dihindari karena itu sangat biadap. \"Selain karena akan merusak demokrasi. Juga bisa memecah belah bangsa,\" tutup Ujang. Hal senada juga disampaikan oleh, Peneliti Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan In donesia (LIPI), Siti Zuhro berpandangan, hoaks tidak seharusnya menjadi bagian dari kampanye Pemilu 2019. Tapi faktanya, dengan ketatnya kontestasi antara dua paslon di pilpres ini kecenderungan beredarnya hoaks justru cukup signifikan. \"Secara umum, dampaknya merugikan publik karena mereka tidak mendapatkan info yang benar dan akurat,\" katanya. Dirinya menjelaskan, dampak hoaks bagi masyarakat yang tidak berpikir panjang akan menerima begitu saja sehingga tidak menutup kemungkinan akan memunculkan konflik atau permusuhan. \"Dampak luasnya juga merugikan karena energi publik terkuras untuk hal-hal yang sifatnya fitnah dan adu domba,\" paparnya. Karena itu, lanjutnya memaparkan, penyelenggara pemilu, baik itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) ataupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus melak kan antisipatif dan tangkas dalam merespons dan memberi solusi terhadap kasus hoaks agar tidak meluas. Dan institusi penegak hukum sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) harus menindak pelaku pembuat dan penyebar hoaks secara adil, profesional dan tidak boleh partisan. \"Dengan cara itu, kepastian dalam penegakan hukum bisa dirasakan kehadirannya,\" ujarnya. Menurutnya, taruhan terberat bangsa Indonesia dalam mewujudkan Pemilu yang ber integritas adalah penegakan hukum dalam setiap tahapan. Masalahnya, bagaimana hukum bisa men jadi landasan penting dalam penyelenggaraan Pemilu. \"Dengan demikian, Pemilu tidak marak pelanggaran hukum atau perilaku menghalalkan semua cara,\" tambah profesor riset politik ini. Meningkat Jelang Pemilu Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat sepanjang Januari hingga Juni 2018 terdapat 143,4 juta serangan siber. Kepala BSSN, Djoko Setiadi menyebutkan, frekuensi serangan itu bakal terus meningkat jelang Pemilihan Legislatif dan Presiden 2019. \"Monitoring BSSN sepanjang bulan Januari sampai dengan Juni merekam 143,4 juta serangan siber, ditambah 1.335 laporan kasus insiden siber dari masyarakat dan perkiraan jumlah itu akan meningkat,\" ujar Djoko beberapa waktu lalu dalam keterangan tertulisnya. Djoko menyebut, serangan siber yang dimaksud bisa bermacam-macam mulai dari malware hingga hujatan dan fitnah. Seperti hujatan, fitnah yang membuat tidak nyaman kehidupan warga negara. \"Ketika bangsa ini mempunyai single identity saya yakin tidak ada seperti ini (serangan siber). Saya yakin single identity ini menjadi bukti tidak ada lagi orang aneh-aneh,\" katanya. Untuk mengantisipasi serangan siber, BSSN sudah bekerja sama dengan sejumlah penyedia internet maupun media sosial untuk menangkal serangan siber tersebut. Misalnya Telkom, Biznet serta provider medsos seperti Facebook dan Twitter yang berpotensi ada ancaman siber. \"Penguatan pertahanan juga perlu dilakukan ber sa ma-sama dengan Kominfo, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),\" terangnya. Selanjutnya, strategi pemerintah adalah mengamankan infrastruktur di bidang teknologi dan informasi yang digunakan dalam Pemilu. Bakal ada kegiatan sweeping dan pengawasan di seluruh server yang digunakan pemerintah. // Bawaslu Mendukung Ketua Bawaslu, Abhan mengatakan, pihaknya terus mendorong polri dan pihak terkait untuk mengusut tuntas kasus penyebar hoaks tujuh container berisi surat suara. Bawaslu juga telah melakukan koordinasi kepada stakeholder untuk meminta bantuan agar kasus tersebut rampung. Pihaknya juga mengimbau kepada seluruh peseta pemilu dan stakeholder jika dalam masa kampanye ini menyebarkan ujaran kebencian dan berita bohong. Ia beranggaan, karena kasus ini masuk ke dalam pidana umum, Bawaslu hanya bersifat pasif menunggu. Kami meminta Bareskrim menuntut tuntas kasus ini. \"Agar menjadi pembelajaran. Dan kasus serupa tidak terulang. Kominfo, Polri dan beberapa stake holder terkait kami minta bantuannya, kata Abhan. (fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: