Ini Isi Perjanjian Syekh Subakir dan Eyang Semar, Jika Dilanggar Petaka di Pulau Jawa

Ini Isi Perjanjian Syekh Subakir dan Eyang Semar, Jika Dilanggar Petaka di Pulau Jawa

Ini Isi Perjanjian Syekh Subakir dan Eyang Semar, Jika Dilanggar Petaka di Pulau Jawa--

RADARUTARA.ID - Keghaiban Pulau Jawa memang tidak ada habisnya. Bahkan, dedengkot cikal bakal kejayaan Pulau Jawa tak bisa lepas dari kisah Syekh Subakir dan Eyang Semar atau Sabdo Palon yang bertarung secara ghaib di Puncak Bukit Tidar, Magelang Jawa Tengah, pada tahun 1404 Masehi.

Pertarungan sengit kedua tokoh ini tak dimenangkan oleh siapapun. Padahal, Syekh Subakir dan Eyang Semar Badranaya sudah bertarung selama 40 hari, 40 malam.

Lantaran tak ada yang kalah, kedua tokoh ini memilih untuk berunding.

Dari beberapa sumber, Syekh Subakir lalu diminta oleh Eyang Semar untuk menjelaskan apa itu Islam kepadanya.

BACA JUGA:Ciri-Ciri Orang yang Didampingi Khodam Eyang Semar, Apakah Ada Disekitarmu?

BACA JUGA:Siapa Sebenarnya Eyang Semar, Orang Jawa Wajib Tahu

Setelah mendengar penjelasan Syekh Subakir, Eyang Semar sebagai pengayom tanah Jawa pun mengerti dan memahami apa itu Islam.

Meski demikian, Eyang Semar tidak rela jika adat istiadat dan budaya yang sudah ada di Pulau Jawa terkikis oleh ajaran dari luar.

Sebab itu, Eyang Semar yang memahami keislaman meminta Syekh Subakir untuk tetap menjaga budaya kejawen.

Hal ini dilakukan dengan tetap membiarkan orang Jawa melakukan hal-hal yang menjadi kepercayaannya. Salah satunya adalah keberadaan ajaran Budi, atau Kapitayan, yang masih menjadi pegangan orang Jawa.

BACA JUGA:Syekh Subakir, Sang Penakluk Pulau Jawa yang Sakti Mandraguna

Syekh Subakir yang juga memahami apa itu ajaran Kapitayan, pun menyanggupi dan berjanji tidak akan memaksa orang Jawa untuk memeluk agama Islam.

Sebab, Syekh Subakir dan Eyang Semar sama-sama sepakat bahwa Kapitayan juga merupakan pegangan budi pekerti yang akan menuntun orang Jawa tetap pada fitrahnya.

Setelah keduanya sama-sama setuju, Syekh Subakir lalu melanjutkan perjalanannya untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Sedangkan Eyang Semar memilih kembali ke pertapaannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: