RADARUTARA.ID - Dalam memilih calon pendamping hidup, jangan asal coba-coba. Sebab pernikahan merupakan hal yang sakral dan istimewa.
Banyak dari kita yang menikah hanya sekali seumur hidup. Pernikahan juga bukan hanya di dunia tetapi semoga Allah SWT mempersatukan di akhirat kelak.
Tetapi, apakah berbeda hak antara perempuan yang masih gadis (perawan) dengan perempuan yang telah menikah sebelumnya (janda).
Dua status ini dipandang memiliki perbedaan hak dalam pernikahan.
Islam mengatur kedua hak itu. Namun tidak sampai melampaui batas. Masing-masing wanita baik perawan maupun janda memiliki hak untuk menerima pinangan, namun dengan cara yang berbeda.
BACA JUGA:7 Rahasia Janda yang Jarang Diketahui Para Pria, No 5 Bikin Merinding
BACA JUGA:Produsennya Janda, Ini 8 Provinsi Dengan Janda Muda Terbanyak di Indonesia
Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf Al Fairuzzabadi Al Syairazi dalam kitab Al Muhadzdzab fi Fiqh Al Imam As Syafi'i menguraikan perbedaan hak tersebut.
"Diperbolehkan bagi ayah atau kakek menikahkan anak perawan tanpa kerelaannya, baik kanak-kanak maupun dewasa sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas radliyallahu 'anh, bahwa Nabi bersabda: 'Janda berhak atas dirinya ketimbang walinya, dan ayah seorang perawan boleh memerintah untuk dirinya'. Hadits ini menunjukkan bahwa wali lebih berhak atas diri seorang perawan. Jika si perawan tersebut sudah dewasa, maka disunnahkan untuk meminta izin padanya, dan izinnya berupa diam, sebagaimana hadits riwayat ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda: 'Janda lebih berhak bagi dirinya ketimbang walinya, dan perawan memberikan izin untuk dirinya, dengan cara diam,”.
Dari penjelasan di atas, para janda harus mengungkapkan sendiri kesediaannya untuk menikah dengan seorang pria. Sedangkan bagi wanita perawan, wali bisa menikahkan dengan pria yang baik, namun disunahkan untuk bertanya mengenai kesediaan si gadis.
Jika anak perawan diam ketika ditawari menikah dengan seorang pria, maka hal itu dimaknai sebagai persetujuan. Hal ini didasarkan pada pendapat Imam As Syairazi.
" Karena dia (perawan) malu menunjukkan kata izin pada ayahnya, maka dijadikanlah diamnya sebagai bentuk persetujuan."
BACA JUGA:Menurut Primbon Jawa, 5 Weton Ini Sangat Cocok Jadi Pemimpin
Perlu diingat bahwa tidak semua wali berhak memaksa, hanya ayah atau kakeknya saja. Jika seorang perawan tidak lagi memiliki ayah atau kakek, dan walinya adalah selain mereka berdua atau wali hakim, maka wali yang bukan ayah atau kakek ini tidak bisa memaksa si perawan tersebut. Hal ini dinyatakan dalam kelanjutan penuturan Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuzzabadi al-Syairazi:
ولا يجوز لغير الأب والجد تزويجها إلا أن تبلغ وتأذن لما روى نافع أن عبد الله بن عمر رضي الله عنه تزوج بنت خاله عثمان بن مظعون فذهبت أمها إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وقالت: إن ابنتي تكره ذلك فأمره رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يفارقها وقال: "لا تنكحوا اليتامى حتى تستأمروهن فإن سكتن فهو إذنهن" فتزوجت بعد عبد الله بن المغيرة بن شعبة