Terungkap! Ternyata ini Alasan Kenapa Tuyul Tak Mencuri Uang di Bank

Terungkap! Ternyata ini Alasan Kenapa Tuyul Tak Mencuri Uang di Bank

Terungkap!! Ternyata ini Alasan Kenapa Tuyul Tak Mencuri Uang di Bank--

RADARUTARA.ID- Tuyul dikenal masyarakat sebagai cerita sosok mahluk halus yang suka mencuri uang.

Bahkan dalam kesempatan lain, seorang Budayawan, Suwardi Endraswara melalui Dunia Hantu Orang Jawa (2004) sempat menuliskan kegiatan tuyul yang dilakukan dari rumah ke rumah hingga pekerjaannya yang tidak hanya fokus mencuri uang. Tetapi dari sisi lain, Tuyul juga bisa mencuri barang dan surat-surat berharga.

Tapi pernahkah, Anda berpikir kenapa tuyul hanya mencuri uang dari rumah ke rumah? Kenapa tuyul tidak mencuri uang di bank

Sampai hari, ini memang belum ada kasus tentang bank yang kehilangan uang akibat tuyul atau mahluk halus bertubuh kecil itu.

Berbagai sumber menyebutkan, ada yang meyakini tuyul tidak bisa mencuri uang di bank karena takut dengan benda logam karena uang di bank tersimpan pada brankas. Versi lain mengatakan, bahwa di bank terdapat penjaga yang juga sama-sama mahluk halus yang membuat tuyul takut

BACA JUGA:Akhir Tahun 2023, PLN Beri Promo Tambah Daya untuk Pelanggan, Segini Harganya

Tapi, jawab-jawaban di atas itu hanya sebatas dugaan saja, bahkan tidak logis. Kendati demikian, terlepas apapun jawaban dari pertanyaan itu satu hal pasti terdapat alasan sains di balik cerita mistis tuyul. Dan alasan, ini dapat mematahkan keberadaan tuyul dan juga alasan kenapa tuyul tidak mau mengambil uang di bank. 

Agar lebih jelas dengan penjelasannya, Anda dapat memundurkan waktu ke tahun 1870. Saat, itu Belanda meresmikan kebijakan pintu terbuka atau liberalisasi ekonomi mengantikan sistem tanam paksa. Sekilas, kebijakan ini seperti mendatangkan angin segar. Karena dinilai mampu mensejahterakan masyarakat. Tapi kenyataannya, justru tidak. 

Diungkapkan Jan Luiten Van Zanden dan Daan Marks, pada ekonomi Indonesia 1800-2010, Liberalisasi Ekonomi malah melahirkan rezim kolonial baru. Dimana di dalamnya, telah terjadi pengambilalihan perkebunan milik rakyat yang diubah menjadi perkebunan besar. Situasi, itu kemudian membuat kehidupan masyarakat terpuruk, khususnya petani kecil di Jawa. Hingga membuat para petani tak kuasa lagi atas lahan perkebunan miliknya. 

Di satu sisi, ada juga masyarakat yang sejahtera dari sistem ini. Mereka adalah pedagang, baik dari kalangan pribumi atau Tionghoa, yang dalam sekejap menjadi orang kaya baru. Kenaikan pesat kekayaan mereka lantas menimbulkan keheranan bagi para petani yang kian melarat itu. Para petani bingung dari mana asal-usul kekayaan mereka. 

BACA JUGA:5 Negara Ini Ternyata Membenci Indonesia, Ada Vietnam sampai Australia

Patut diketahui, bahwa petani hidup apa adanya. Menurut Ong Hok Ham dalam Wahyu yang Hilang Negeri Yang Guncang (2019), mereka menganut sistem subsisten. Artinya, bertani sekedar cukup untuk konsumsi sendiri. Jika ada hasil tani lebih, maka akan diberi sebagai upeti atau dijual.

Akibatnya, mereka punya pandangan kalau pemupukan kekayaan adalah proses yang terbuka. Maksudnya, tiap orang harus melewati proses dan usaha jelas yang dapat dilihat oleh mata orang lain. Masalahnya, mereka tidak melihat kerja keras dari orang kaya baru itu. Terlebih mereka tidak dapat membuktikan asal usul kekayaannya jika ditanya para petani. Alhasil timbul rasa iri dan kecemburuan oleh petani ke pedagang karena bisa mendapat harta sebanyak itu.

Terlebih, menurut George Quinn dalam "An Excursion to Java's Get Rich Quck Tree" (2009)", para petani selalu beranggapan datangnya kekayaan harus dipertanggungjawabkan. Maka ketika orang kaya gagal mempertanggungjawabkan asal kekayaannya, para petani iri dan menuduh uang itu hasil pencurian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: