Dampak Pernikahan Dini Dikalangan Perempuan di Wilayah Tanjung Harapan, Ulok Kupai, Kabupaten Bengkulu Utara.

Dampak Pernikahan Dini Dikalangan Perempuan di Wilayah Tanjung Harapan, Ulok Kupai,  Kabupaten Bengkulu Utara.

dr. Anggraini Pandu Winata. SY, Mahasiswa S2 Magister Ilmu Hukum Kesehatan UNISBA.--

RADARUTARA.ID-Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, dan menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung resiko atas perbuatan tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang, baik secara fisik, psikologis maupun intelektual atau yang disebut juga masa “Pubertas”.

Dasar landasan kesehatan reproduksi remaja Undang-undang nomor 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak, Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam usia rentang usia 10-19 tahun, menurut peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 25 taun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut Sensus Penduduk 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk. Di dunia diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia (WHO, 2014).

Pada remaja usia 15-19 tahun, proposi terbesar berpacaran pertama kali pada usia 15-17 tahun, sekitar 33,33% remaja perempuan dan 34,5% remaja laki-laki yang berusia 15-19 tahun mulai berpacaran saat mereka belum berusia 15 tahun. Pada usia tersebut dikhawatirkan belum memiliki keterampilan hidup (life skills) yang memadai, sehingga mereka beresiko memiliki perilaku pacarana yang tidak sehat, antara lain melakukan hubungan seks pra nikah. (sumber SDKI 2012 Kesehatan Reproduksi Remaja, Badan Pusat Statistik)

Secara umum, remaja laki-laki lebih banyak menyatakan pernah melakukan seks pra nikah dibanding perempuan. Presentase tahun 2012 cenderung meningkat 14,6% (laki-laki) : 4,5% perempuan (Usia 15-19 tahun). Dari survei didapatkan alasan berhubungan seksual pranikah Sebagian besar karena penasaran/ ingin tahu (57,5 % pria), terjadi begitu saja (38% perempuan) dan dipaksa oleh pasangan/pacar (12,6% perempuan). Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kemenkes 2013, menemukan sebanyak 63% remaja sudah pernah melakukan hubungan seks dengan kekasihnya. Seks aktif pra nikah pada remaja berisiko terhadap kehamilan remaja dan penularan penyakit menular seksual. Kehamilan yang tidak direncanakan pada remaja perempuan dapat berlanjut pada aborsi provokatif dan pernikahan remaja (pernikahan dini). Hal ini akan berdampak pada masa depan remaja tersebut, janin yang dikandung dan dampak “psikologis” keluarganya. Seks pranikah pada remaja juga mencerminkan kurangnya pemahaman remaja tentang keterampilan hidup sehat, resiko hubungan seksual dan kemampuan untuk menolak hubungan yang tidak mereka inginkan.

Menurut United Nations Development Economic and Social Affairs (UNDESA, 2010) Indonesia menjadi Negara ke-37 dengan presentase pernikahan usia muda yang tinggi dan merupakan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. 

Fenomena pernikahan dini ini juga terjadi di wilayah Kecamatan Ulok Kupai, Napal Putih Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, masih ditemukannya pasangan muda yang menikah di usia kisaran 16-18 tahun. Dimana saat pasangan muda meminta surat keterangan CATIN (Calon Pengantin) dan calon pengantin yang memeriksakan diri datang ke Puskesmas Tanjung Harapan, oleh dokter Puskesmas Tanjung Harapan dr. Anggraini Pandu Winata. SY, diberikan edukasi dan konseling tentang resiko menikah di usia sangat muda. Ditinjau dari segi hukum kesehatan reprodukasi, wanita belum cukup umur belum “siap” dari aspek kesehatan, pendidikan, mental emosional, sosial, ekonomi dan system reproduksi. Terutama bagi perempuan usia muda, masih belum matang system reproduksinya. Apabila terjadi kehamilan di usia perempuan masih remaja, maka akan beresiko kelahiran premature, panggul pada ibu hamil yang berusia muda masih belum berkembang dengan baik, resiko berat badan bayi lahir rendah (BBLR), perdarahan saat persalinan, yang dapat meningkatkan angka kematian ibu, neonatal, dan bayi, meningkat resiko Cancer Cervix (kanker leher rahim), serta calon ibu “muda” dikhawatirkan masih belum punya pengetahuan pendidikan dan pola pengasuhan anak yang baik. Dimana dikhawatirkan perempuan yang belum cukup umur belum siap mental jika memiliki anak, belum memiliki kesiapan psikologi. Dokter Anggie (nama panggilan akrab beliau), juga menjelaskan tetang resiko rentan akan terjadinya kawin-cerai jika menikah masih di usia ababil (A-B-G “labil”). Tentu saja jika terjadi perceraian pihak perempuan lah yang akan “dirugikan”, dan tak jarang pula anak menjadi korban perceraian orangtua broken home. Selain itu Bu dokter juga menganjurkan penundaan kehamilan sementara waktu jika pasangan muda tersebut memang masih “keu-keuh” tetap mau lanjutkan pernikahan mereka, disarankan mengunakan KB. Tentu saja penggunaan KB harus dibawah pengawasan petugas kesehatan. Terkadang sebagai petugas kesehatan walaupun sudah memberikan edukasi pra-nikah, akan tetapi pasangan muda tersebut masih tetap ingin melanjutkan pernikahan walau belum cukup umur. 

Berikut beberapa alasan yang ditemui pasangan ingin menikah muda :

  • Saling mencintai (bucin).
  • Menghindari pacaran dan menghindari zina.
  • Sudah mendapat restu dari orangtua, menikah menghindari zina.
  • Sudah tidak bersekolah (putus sekolah).
  • Tidak adanya kegiatan / tidak ada pekerjaan terutama dari pihak perempuan.
  • Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih sangat minim.
  • Mendapat pengetahuan tentang “seks” dari teman, dan internet.

Bila ditinjau dari sisi (agama Islam) dalam Al-Qu’ran, menikah disebut dengan perjanjian yang kokoh atau agung. Sebuah perjanjian syakral dan suci, bahwa kita siap untuk menerima berbagai amanah baru. Dengan menikah, orang akan bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya.  

Dari segi sosial-ekonomi. Pernikahan diusia DINI bukanlah solusi untuk “menghindari zina/seks bebas pada remaja”, namun seperti lingkaran setan yang tak berkesudahan, perkawinan dini jutsru juga dapat menimbulkan “kemiskinan”. Kalau usia belum mencukupi, belum mempunyai pekerjaan tetap, otomatis kehidupan rumahtangga akan menjadi “tidak sehat”. Jika kedewasaan belum matang karena usia masih remaja belia, maka emosional masih labil, bila sudah menikah, akan banyak sekali pertengkaran dan meningkat angka kawin-cerai. Kemudian dari segi hukum, perkawinan merupakan suatu perjanjian. Perkawinan diartikan sebagai bentuk perjanjian karena cara mengadakan perkawinan  yaitu diatur dengan akad nikah dan rukun dan syarat tertentu, cara memutus ikatan perkawinan, diatur dalam prosedur batas-batas hukum mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, talak, pengajuan perceraian ke kantor urusan agama dll. 

Usaha pencegahan pernikahan dini harus didukung dari berbagai pihak, baik pihak guru disekolah, pihak keluarga, pihak dari tenaga kesehatan Puskesmas, pihak aparatur desa setempat, serta pentingnya memperkuat pendidikan agama. Dimana lintas sektor saling bekerja sama memperhatikan pentingnya edukasi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Perhatian utama pendidikan ini adalah pemberdayaan perempuan dan remaja dengan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif dan mendukung baik dalam bentuk kebijakan maupun sarana dan prasarana lainnya. Penyediaan informasi terkait kesehatan reproduksi, pendidikan kesehatan reprodukasi bagi remaja. Konseling dan rujukan ke fasilitas kesehatan yang terdekat di desa salah satunya adalah peran aktif dari Puskesmas setempat dalam kegiatan mengedukasi akibat dan dampak jika pernikahan dini.  Pada intinya agar remaja memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehatan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan pertimbangan nilai agama dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Remaja adalah generasi penerus bangsa yang akan membangun bangsa. Selamatkan perempuan dari pernikahan dini. Tulisan ini sebagai salah satu bentuk apresiasi dan penghargaan untuk perempuan, dalam rangka memperingati Hari Perempuan Nasional. *

 

Penulis : dr. Anggraini Pandu Winata. SY, Mahasiswa S2 Magister Ilmu Hukum Kesehatan UNISBA.

Penulis adalah seorang Dokter, Aktifis kesehatan, Mahasiswa Magister (S2), dan Persit (Istri TNI-AD).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: