Soal Harga CPO dan TBS Anjlok, Ini Penjelasan GAPKI dan APKASINDO

Minggu 07-05-2023,21:00 WIB
Reporter : Sigit Haryanto

 

“Kedepannya kita harus berpikir keras untuk menerapkan konsep satu harga CPO dan TBS di Indonesia dan hal ini harus dimulai dari didirikannya Bursa Sawit Indonesia. Memang bursa ini tidak menjadi jaminan disparitas harga TBS antar provinsi akan semakin mengecil, tetapi paling tidak akuntabilitas dan transparansi akan semakin baik. Kami petani sawit tidak memaksakan diri supaya harga TBS kami mahal, tapi adalah keadilan” kata Gulat.

 

Lalu apa saja faktor-faktor penyebab ambruknya harga TBS petani, selain apa yang sudah dijelaskan oleh Ketua Umum GAPKI.

“Kami petani sawit berbeda cara pandangnya, sebab kami disektor hulu lebih terpuruk dengan kondisi ketidakpastian disektor hilir. Satu kali goyang, dampaknya ke TBS bisa sepuluh kali lipat, tapi ke sektor hilir mungkin hanya geli-geli saja. Sebab semua beban di hilir ditimpakan ke sektor hulu dan kami petani sawit ada disana,” ujar Gulat

 

Oleh karena, itu sebab utama anjloknya harga TBS, menurut analisa kami antara lain pungutan ekspor, bea keluar, tidak ada batasan minimum harga TBS Petani, tidak adanya kontrol dan sanksi pidana kepada PKS-PKS yang membeli TBS secara curang (tidak patuh), dan tidak adanya rujukan harga CPO yang akuntabilitas dan transparan di Indonesia.

 

Dengan kondisi ekstrim harga TBS saat, ini menurut Gulat, langkah strategis yang perlu diambil oleh pemerintah adalah stop dulu pungutan eksport (PE/levy), audit KPBN, dan aparat penegak hukum (APH) harus mendampingi kantor lelang KPBN (BUMN). Kemudian pejabat di BPDPKS (badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit) segera keluar dari zona nyaman, inspeksi semua PKS khususnya terkait ke tatacara pembelian TBS petani.

 

“Terkait usulan petani yang sudah 2 tahun lalu disampaikan ke pemerintah yaitu segera revisi Permentan 01 tahun 2018 (Permentan 01/2018) yang sudah usang dan diskriminatif. Tiga organisasi Petani sawit (APKASINDO, ASPEK PIR dan SAMADE) sudah 3 kali menguji Permentan ini melalui FGD nasional, dengan mengundang para ahli terkait TBS sebagai narasumber, hadir juga perwakilan Kemenko Marves, Kementan, Pakar Hukum, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Perwakilan Disbun Provinsi, Akademisi dan Perwakilan Petani Sawit dari 22 Provinsi” urai Gulat.

BACA JUGA:Diduga Tuas Rem Dimainkan Anak Kecil, Bus Besar Masuk Jurang di Guci Tegal

Hasil dan rangkuman dari FGD tersebut adalah,

“Segera revisi Permentan 01/2018 karena sudah tidak sesuai dengan kondisi dan dinamika sawit Indonesia dan hasil FGD tersebut pun sudah disampaikan ke kementerian terkait dalam bentuk draft revisi Permentan. Konsep dari revisi tersebut adalah memperkuat dan ketegasan,” ujar Gulat.

 

Usulan tiga organisasi petani ini sudah juga ditindaklanjuti oleh Kementan melalui rapat di Kementan dengan semua stakeholder sawit.

Kategori :