RADARUTARA.ID - Seorang ibu hamil terperangkap di bawah reruntuhan gempa magnitudo 7,8 yang mengguncang Turki hingga Suriah, bersyukur bayi yang baru dilahirkannya bisa diselamatkan.
Hal ini merupakan keajaiban di tengah upaya penyelamatan korban gempa Turki dan Suriah pada Senin (6/2/2023), pasalnya bayi yang baru lahir tersebut berhasil diselamatkan dari bawah reruntuhan puing.
Ketika diselamatkan, ibu hamil yang melahirkan di bawah reruntuhan bangunan di Aleppo, Suriah tersebut meninggal dunia sebelum petugas penyelamat dapat menghubunginya.
Sebelumnya organisasi relawan Suriah telah menyelamatkan seorang anak kecil yang ditarik hidup-hidup dari puing gempa di desa Qatma. Mereka pun membagikan videonya dan adegan penyelamatan bayi itu pun terungkap di sosial media dan sempat viral.
Diantara semua keluarga terdekatnya, bayi itu ialah satu-satunya yang selamat. Karena anggota keluarganya yang lain tewas ketika gempa berkekuatan M7,8 melanda Turki dan Suriah.
"Kami mendengar suara saat sedang menggali. Kami membersihkan debu dan menemukan bayi dengan tali pusar (utuh) jadi kami memotongnya dan sepupu saya membawanya ke rumah sakit," kata Khalil al-Suwadi.
Video yang menunjukkan seorang pria berlari dari puing-puing bengunan empat lantai yang runtuh sambil menggendong banyi mungil yang tertutup debu itu viral di media sosial.
Tampak juga seorang pria lainnya yang berlari ke arah pria tadi dengan membawa selimut untuk menghangatkan bayi di suhu di bawah nol derajat. Sementara pria lainnya berteriak meminta mobil untuk membawa bayi mungil tadi ke rumah sakit.
Bayi tersebut langsung dilarikan di rumah sakit di kota terdekat Afrin, dan dimasukkan ke dalama inkubator. Tubuh bayi itu terluka, perban terlihat melilit tangan kirinya dan bayi itu pun dihubungkan ke infus.
Menurut penuturan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), semua pihak berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan orang-orang yang terperangkap di reruntuhan dalam kondiri cuaca yang sangat dingin.
Pejabat senior WHO pun menuturkan, jika Turki memiliki kemampuan yang kuat untuk menanggapi kehancuran akibat gempa. Beda halnya dengan Suriah yang kebutuhannya lebih ekstrem.
"Di seluruh Suriah, kebutuhannya paling tinggi setelah hampir 12 tahun krisis yang berlarut-larut dan kompleks, sementara dana kemanusiaan terus menurun," ucap Adelheid Marschang, Petugas Darurat Senior WHO. *