Omnibus Law Latarbelakangi Gerindra Tolak Bahas Raperda LH

Omnibus Law Latarbelakangi Gerindra Tolak Bahas Raperda LH

  • Jonaidi: Kita Hormati Gelombang Protes
BENGKULU RU - Keberadaan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law menjadi salah satu alasan Fraksi Gerindra menolak dibahasnya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (LH). Ini terungkap dalam rapat paripurna DPRD Provinsi dengan agenda pemandangan umum 8 fraksi DPRD Provinsi Bengkulu terhadap 2 Raperda, Senin (19/10). Ketua Fraksi Gerindra Provinsi Bengkulu, Herwin Suberhani, SH mengatakan, penolakan fraksinya supaya Raperda tentang rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup agar belum dibahas, karena keberadaan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang sejauh ini belum diundangkan. Sementara Omnibus Law dikabarkan juga memuat persoalan lingkungan. \"Jadi sebaiknya kita tunggu saja dulu Omnibus Law masuk dalam lembaran negara. Karena Raperda itu nantinya harus tegak lurus dengan Omnibus Law. Dari pada kita bolak-balik membahasnya, lebih baik kita tunda saja. Kalaupun nantinya tetap harus dibahas, diinternal fraksi bakal dikaji dan tentunya kita sampaikan alasan penolakan membahas Raperda itu,\" kata Herwin. Tak jauh berbeda juga disampaikan anggota Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Bengkulu lainnya, Jonaidi, SP, MM. Ia menambahkan, alasan penolakan agar Raperda itu ditunda dulu pembahasannya, juga sebagai bentuk penghormatan dengan adanya gelombang protes terhadap Omnibus Law. Walaupun Omnibus Law sepenuhnya kewenangan pusat. \"Sama-sama kita ketahui, gelombang protes terhadap Omnibus Law yang juga memuat persoalan lingkungan hidup sampai dengan saat ini masih terjadi. Bukan hanya di Provinsi Bengkulu, tetapi juga secara nasional. Jadi jangan dipaksakan, karena sedikit banyak jika Raperda itu harus dibahas, maka Omnibus Law menjadi salah satu acuan. Sementara Omnibus Law itu sampai sekarang belum resmi menjadi lembaran negara,\" ujarnya. Lebih jauh dikatakannya, kemudian dalam usulan Raperda itukan didahului dengan naskah akademik yang dibentuk para ahli dan menggunakan biaya. \"Dalam penyusunan naskah akademik ini seharusnya Omnibus Law sudah jadi acuan. Tapi faktanyakan belum, karena Omnibus Law belum resmi diundangkan. Jadi dari pada kita menyia-nyiakan anggaran dan menghabiskan energi membahas Raperda itu, baiknya ditunda saja,\" singkatnya. (tux)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: