4. Pasar saham terobrak-abrik
Investor saat ini tengah fokus terhadap konflik Rusia dan Ukraina sehingga mereka menahan transaksi di pasar saham. Kenaikan harga minyak dunia dan inflasi karena aksi militer Rusia membuat para investor khwatir degan proses pemulihan ekonomi dunia.
Sanksi Barat telah melumpuhkan sektor perbankan dan sistem kuangan Rusia, sementara rubel runtuh.
5. Melambatnya pertumbuhan ekonomi
Sejak pandemi Covid, perekonomian mulai tidak stabil. Konflik antara Rusia dan Ukraina akan menghambat pemulihan ekonomi dunia. IMF diperkirakan akan menurunkan perkiraan pertumbunhannya yang saat ini berada di 4,4 persen untuk tahun 2022.
Amerika Serikat khawatir konflik antara Rusia dan Ukraina dapat menghambat pemulihan ekonomi negaranya karena akibat pandemi. Konflik kedua negara tersebut juga mungkin saja memperburuk inflasi dan meningkatkan ketidakpastian.
6. Perusahaan melarikan diri
Dikarenakan opini publik, sanksi dan tekanan politik membuat ratusan perusahaan Barat menutup toko dan kantor di Rusia sejak dimulainya konflik. Toko tersebut seperti Cola-coal, McDonals dan Ikea.
Sementara itu presiden Rusia telah mengangkat ancaman nasionalisasi perusahaan milik asing.
7. Kenaikan suku bungan
Konflik Rusia dan Ukraina akan memperumit tugas The Fed untuk mengendalikan Inflasi jika telah melonjak di atas 10 persen. Caranya ialah dengan menaikan suku bunga yang lebih cepat untuk bisa mengendalikan harganya.
Kenaikan suku bunga bisa meningkatkan biaya pinjaman konsumen seperti hipotek, pinjaman mobil hingga kartu kredit.
Kita berharap agar konflik Rusia dan Ukraina segera berakhir sehingga perekonomian dunia semakin cepat pulih. *