Dasar Hukum Hak dan Kewajiban Suami Isteri

Rabu 04-01-2023,09:00 WIB
Reporter : Reka Desrina

Oleh: Reka Desrina Wati

RADARUTARA.ID - Adanya hak dan kewajiban suami isteri dapat dilihat dalam nash, baik yang bersumber dari al-Qur’an maupun dari hadits Nabi Saw. Setelah menikah, suami dan istri mengikatkan diri. Di dalamnya ada hak dan kewajiban yang harus sama-sama diberikan seimbang agar saling dapat menghargai. Dasar hukum yang terdapat dalam al-Qur’an, yaitu:

وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

“Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. al-Baqarah: 228)

 

Surat al-Baqarah ayat 228 ini membicarakan derajat dan tingkatan kedudukan laki-laki atas perempuan, asy-Syaukani berkata; perbedaan tingkatan ini karena kedudukan yang tidak dimiliki perempuan yang bertanggungjawab memberikan nafkah kepadanya termasuk dari orang yang lebih berjihad dan akal serta kekuatan, mendapat lebih harta waris, Hakikatnya  penambahan tingkatan pada seorang laki-laki terhadap wanita adalah pada akal dan kekuatannya untuk memberi nafkah, membayar diyat, mewarisi ataupun berjihad.1 Wajib bagi perempuan (isteri) melakukan segala perintahnya dan berharap keridhaan suami. 

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

 “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. an-Nisa’34)

 

Kaum laki-laki (suami) dikatakan sebagai pemimpin dari kaum wanita (isteri) karena mereka sebagai pelindung bagi kaum wanita, memberikan nafkah dari harta nya dan suami mempunyai hak talaq. Sebab itulah wanita (isteri) yg sholehah yaitu yang taat kepada Allah dan taat kepada suaminya yang juga taat kepada Allah serta selalu memelihara harga dirinya. 

Landasan hukum lainnya terdapat dalam hadits Nabi Saw:

عن عمرو بن الأحوص, أَنهَّ ُشَهِدَ حُجَّةُ  الْوَدَاعِ .... إِنَّ لَكُمْ مِنْ نِسَائِكُمْ حَقًّا (رواه إبن ماجة و الترمذي و صححه(

“Dari A’mru ibnu Akhwas, bahwasanya ia telah menyaksikan haji wada’….. “Ketahuilah bahwa kamu mempunyai hak yang harus dipikul oleh isterimu dan isterimu juga mempunyai hak yang harus kamu pikul”. (H.R. Ibnu Majah dan At-Tirmizi).

Pemenuhan hak dan kewajiban suami isteri dilakukan secara adil dan makruf. Adil bermakna kewajiban dan tanggung jawab dilakukan secara berimbang oleh suami isteri, dimana mereka sama-sama berusaha untuk menjalankannya, tanpa menganggap yang satu lebih superior dan yang lain adalah inferior.

Suami isteri dalam menjalankan kewajibannya memiliki kedudukan yang sama (equal) sesuai dengan peran, kapasitas dan tanggung jawabnya.

Kategori :