TAP RU - Di tengah-tengah kenaikan sejumlah harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik. Harga komuditas karet terus mengalami penurunan harga. Kondisi ketimpangan itu, membuat para petani karet di Kabupaten Bengkulu Utara terus menjerit dan terancam gulung tikar. Pasalnya, hasil dari perkebunan karet petani sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga. Khususnya bagi kalangan petani kecil yang memiliki kebun karet kurang dari 2 hektar. Wisma Putra salah seorang tengkulak dan juga merupakan petani karet di Kecamatan Tanjung Agung Palik (TAP) menuturkan, harga jual karet sudah sejak 3 bulan terakhir ini tidak pernah mengalami kenaikan harga. Bahkan, hampir setiap minnggunya harga jual karet terus mengalami penurunan harga. Untuk penurunan harga dua hari terakhir ini sebanyak Rp 700 kilogram. \"Sekarang harga karet tinggal Rp 5.000 per kilogram di petani,\" ujarnya. Menurutnya, dengan besaran harga yang saat ini terjadi. Maka, hasil kebun karet petani kecil sudah tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. \"Hasil karet petani dalam satu hektar yang di panen setiap minggunya hanya berkisar 70-100 Kg. Maka dengan asumsi harga Rp 5.000 per kilogram. Maka dalam satu hektarnya, maksimal hanya bisa menghasilkan uang Rp 500.000. Tentu dengan hanya uang sebesar itu, akan sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan saat ini,\" jelasnya. Menyikapi fenomena itu, ia berharap pemerintah memberikan perhatian serius pada kalangan petani karet. Pasalnya, di Kabupaten Bengkulu Utara, mayoritas merupakan petani karet. \"Saya rasa separuh dari warga Bengkulu Utara ini berpenghasilan dari kebun karet. Itu artinya, penurunan harga karet ini sangat berpengaruh besar terhadap kondisi ekomoni warga,\" pungkasnya. (**)
Petani Karet Berpotensi “Gulung Tikar”
Kamis 27-02-2020,12:36 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :