Lansia adalah Korban Tersembunyi Perubahan Iklim

Lansia adalah Korban Tersembunyi Perubahan Iklim

Orang lanjut usia lebih menderita akibat perubahan iklim tetapi mereka tangguh “Menunggu di Ladang”--MoFCREC Monash University Indonesia

RADARUTARA.ID - Ketika Rahma, 72 tahun, memandang ke arah perairan biru Laut Makassar dari rumahnya di daerah pesisir di Sulawesi Selatan, ia melihat perubahan yang nyata. Perempuan nelayan ini telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk memanen hasil laut, tetapi beberapa tahun terakhir, ikan-ikan menjadi sulit ditangkap.

"Ikan yang biasanya bisa kami tangkap dengan mudah sekarang lebih sulit ditemukan; air yang menghangat dan arus yang berubah membuat kelompok ikan bergeser. Ini menjadi perjuangan yang berat untuk memberi makan keluarga saya. Saya harus pergi lebih jauh dari pantai untuk mendapatkan tangkapan yang bagus, mengingat usia saya, tuntutan fisik ini tidak mudah."

"Cuaca akhir-akhir ini sangat tidak menentu," kata Siti, 78 tahun, seorang janda yang tinggal di Maros. "Musim hujan biasanya dapat diandalkan, tetapi sekarang hujan datang pada waktu yang tidak menentu dan lebih deras. Hal ini membuat saya sangat sulit untuk menanam makanan yang saya butuhkan untuk bertahan hidup."

Rahma dan Siti hanyalah dua dari jutaan lansia Indonesia yang tinggal di provinsi-provinsi di bagian timur Indonesia yang menyaksikan dampak perubahan iklim secara langsung. 

Lansia sering kali terabaikan dalam pembicaraan global mengenai perubahan iklim. Ketika iklim terus menghangat dan pola cuaca menjadi semakin tidak menentu, para lansia menghadapi tantangan yang berbeda yang menuntut perhatian dan strategi intervensi yang berbeda pula. 

Provinsi-provinsi di Indonesia Timur, penghidupan, pencaharian, kesehatan, dan kesejahteraan para lansia berada dalam risiko besar.

Para peneliti dari Monash University sedang mengeksplorasi dampak perubahan iklim yang dialami oleh masyarakat yang rentan, termasuk lansia, di wilayah tersebut dan strategi ketahanan mereka untuk mengatasi tantangan tersebut. 

Responden lansia lainnya juga menggambarkan perubahan dramatis dalam pola musim yang mengganggu praktik pertanian dan perikanan tradisional. Kemarau yang lebih panjang, curah hujan yang lebih tinggi, dan angin yang tidak menentu telah membuat semakin sulit untuk mengatur waktu tanam, panen, dan perjalanan melaut. Akibatnya, kerawanan pangan meningkat secara dramatis, dengan para lansia sering kali menjadi pihak yang paling terpukul.

Dampak perubahan iklim juga diperparah dengan kondisi alam yang terpencil dan minim sumber daya di sebagian besar wilayah Indonesia Timur. Akses terhadap layanan kesehatan, layanan sosial, dan infrastruktur untuk menghadapi cuaca ekstrem sangat terbatas, sehingga para lansia menjadi sangat rentan.

"Ketika banjir datang, sangat sulit bagi saya untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi," kata Siti. "Saya tinggal sendirian dan kesulitan berjalan jauh. Pemerintah daerah tidak memiliki kapasitas untuk membantu semua orang yang membutuhkan bantuan."

Lansia dengan pendapatan tetap di Indonesia Timur sering kali kekurangan sumber keuangan yang dapat semakin membatasi kemampuan mereka untuk mengambil tindakan pencegahan terhadap dampak perubahan iklim.

Tidak seperti penduduk yang lebih muda yang mungkin dapat bermigrasi ke kota, lansia Indonesia sering kali memiliki sedikit pilihan. Dengan mobilitas dan akses yang terbatas ke layanan kesehatan, mereka berjuang untuk mengatasi bencana seperti banjir dan kekeringan. Seiring dengan perpindahan generasi muda, pengetahuan tradisional dan sistem pendukung yang pernah diandalkan oleh para lansia pun menghilang.

Dampak lain yang dirasakan secara akut oleh lansia adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas kejadian panas ekstrem. Menurut laporan tahun 2023 dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, gelombang panas menjadi lebih panas, lebih lama, dan lebih sering terjadi di seluruh dunia. Hal ini menimbulkan bahaya besar bagi kesehatan lansia, yang tubuhnya kurang mampu mengatur suhu.

Sebuah penelitian menemukan bahwa risiko rawat inap terkait panas hampir 10 kali lebih tinggi untuk orang dewasa di atas 85 tahun dibandingkan dengan populasi yang lebih muda.

Dampak panas ekstrem tidak hanya menyebabkan sengatan panas dan kelelahan akibat panas. Hal ini juga dapat memperburuk kondisi kronis yang umum terjadi pada orang dewasa yang lebih tua, seperti penyakit jantung dan paru-paru. Sebuah meta-analisis mengungkapkan bahwa untuk setiap peningkatan suhu sebesar 1°C, terdapat peningkatan sebesar 1,1 persen dalam mortalitas kardiovaskular di antara orang-orang yang berusia di atas 65 tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: