Mitos atau Fakta, Menikah di Bulan Muharam Bisa Mendatangkan Sial? Berikut Pandangan Islam

Mitos atau Fakta, Menikah di Bulan Muharam Bisa Mendatangkan Sial? Berikut Pandangan Islam

Mitos atau Fakta, Menikah di Bulan Muharam Bisa Mendatangkan Sial? Berikut Pandangan Islam--

Ketiga:

Bulan Muharram adalah termasuk bulan Allah yang diagungkan dan dimuliakan. Telah disebutkan keutamaannya dalam hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

( أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ ) رواه مسلم (1163)

“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram”. (HR. Muslim 1163)

Bulan yang Allah menyandarkannya pada diri-Nya dan menjadikan puasa pada bulan tersebut pahalanya lebih agung dari puasa pada bulan lain, maka menjadi layak untuk diharapkan berkah dan keutamaannya bukan malah bersedih dan hawatir untuk menikah pada bulan tersebut, atau bertathayur (menjadikan sesuatu sebagai tanda baik dan buruk tanpa didasari dengan dalil) sebagaimana adat istiadat masyarakat jahiliyah.

Keempat:

Jika ada seseorang yang beralasan bahwa yang menjadi dasar dari larangan tersebut adalah syahidnya Husain bin Ali –radhiyallahu ‘anhu- sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang-orang Rafidhah.

Maka jawabannya adalah:

Tidak diragukan bahwa pada hari syahidnya Husain –radhiyallahu ‘anhu- adalah hari yang menyedihkan dalam sejarah Islam, namun hal tersebut tidak mengharuskan untuk berfatwa akan haramnya menikah atau melamar pada bulan tersebut, dan tidak ada di dalam syari’at kita untuk memperbarui kesedihan dan memperingatinya setiap tahun, dan meneruskan hidad (bersedih) sampai melarang untuk menampakkan kebahagiaan.

Kalau tidak maka menjadi hak kita untuk bertanya kepada orang berpendapat demikian: Bukankah hari dimana Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- wafat adalah sebesar-besarnya musibah yang menimpa umat Islam !, maka kenapa tidak dilarang juga menikah pada bulan dimana beliau wafat yaitu bulan Rabi’ul Awal ?!, dan kenapa pengharaman dan hukum makruh tersebut tidak diriwayatkan oleh para sahabat atau keluarga Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para ulama setelah mereka !!!

Begitu jika seandainya memperbarui kesedihan dibolehkan, maka setiap hari ada ulama besar Islam yang mungkin dibunuh, syahid atau meninggal dunia, baik dari keluarga dekat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau yang lainnya. Kalau demikian maka tidak akan ada hari atau bulan bahagia, dan manusia akan mengalami masalah dan kesulitan yang mereka tidak kuat memikulnya. Dan tidak diragukan lagi bahwa mendatangkan hal baru dalam agama adalah awal mula yang menarik para pengikutnya untuk menentang syari’at, dan mempertanyakan akan kesempurnaan yang telah Allah ridhai. 

Kelima:

Kemudian sebagian ahli sejarah menguatkan bahwa pernikahan Ali bin Abi Thalib –radhiyallahu ‘anhu- dengan Fatimah –radhiyallahu ‘anha- terjadi pada awal-awal tahun ke-3 H.

Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata: “Al Baihaqi meriwayatkan dari kitab “al Ma’rifah” karangan Abu Abdillah bin Mundihi bahwa Ali menikah dengan Fatimah satu tahun setelah hijrah dan tinggal bersamanya pada satu tahun berikutnya, atas dasar ini maka beliau menggaulinya pada awal tahun ke-3 H. (Al Bidayah wan Nihayah: 3/419)

Meskipun ada beberapa pendapat lain dalam masalah ini, namun yang menjadi dasar ialah tidak satupun di antara para ulama mengingkari pernikahan pada bulan Muharram, bahkan barang siapa yang menikah pada bulan tersebut maka ada contohnya dari Amirull Mukminin Ali bin Abi Thalib dan istrinya Fatimah binti Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Wallahu a’lam.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: