Kisah Hartini, Ibu Negara yang Dibenci oleh Masyarakat Indonesia

Kisah Hartini, Ibu Negara yang Dibenci oleh Masyarakat Indonesia

Kisah Hartini, Ibu Negara yang Dibenci oleh Masyarakat Indonesia--

RADARUTARA.ID - Nama Hartini tak bisa lepas dari sosok Bung Karno yang menjadi Presiden pertama Indonesia. Perempuan asal Ponorogo, Jawa Timur ini merupakan istri keempat dari Soekarno. Perempuan ini menemani Bung Karno sampai akhir hayatnya.

Bung Karno pertama kali bertemu dengan Hartini di tahun 1952 tepatnya di rumah dinas Wali Kota Salatiga. Ternyata dari pertemuan ini memunculkan cinta pada pandangan pertama. Di tahun 1953, Bung Karno meminta izin dengan Fatmawati untuk berpoligami.

Meski ditolak oleh Fatmawati, Bung Karno tetap saja menikahi Hartini di Istana Cipanas pada tanggal 7 Juli 1953. Ketika itu, Hartini meminta supaya Fatmawati untuk tetap menjadi ibu negara, sementara dia jadi istri kedua.

BACA JUGA:Resep Memasak Gulai Ikan Mungkus Khas Bengkulu yang Manis dan Gurih

Tetapi status sebagai istri kedua membuat sosok Hartini tidak pernah diperhitungkan. Walaupun pada akhirnya Fatmawati lebih memilih hengkang dari istana bahkan sampai bercerai. Tetapi sosok Hartini masih saja sukar mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia.

Pada tahun 1964, Hartini pindah ke salah satu paviliun di Istana Bogor. Selepas itu, Hartini tampil secara terbuka di acara kewarganegaraan Bung Karno di Istana Bogor untuk bertemu dengan para pemimpin negara lain.

Pernikahan Hartini dan Bung Karno pun sempat mendapat kecaman dari organisasi perempuan Indonesia. Gerakan perempuan yang dipelopori Perwari ini menentang keras perkawinan tersebut lantaran gerakan tersebut anti-poligami.

BACA JUGA:Apa Kamu Sering Mimpi Buruk? Bisa Jadi Itu Tanda Kamu Memiliki Bakat Spiritual Terpendam, Begini Ciri-cirinya

Gerakan perempuan yang dimotori oleh Perwari sudah mengangkat isu politik anti-poligami sejak tahun 1953. Mereka juga sempat meminta dukungan kepada Soekarno atas gerakan yang mereka buat.

Selain itu, mereka juga sempat bertemu dengan Bung Karno untuk menyampaikan kecaman tersebut. Lantaran keberanian dari Perwari ini, menimbulkan keretakan hubungan antara Bung Karno dengan gerakan perempuan.

Hartini pun akhirnya mulai menjadi sosok penting lantaran terus berusaha melayani sebaik-baiknya Soekarno. Terkadang Hartini muncul berpidato secara tiba-tiba dalam pertemuan resmi.

Namun Bung Karno justru membatasi peran Hartini dalam bidang politik nasional. Soekarno lebih menginginkan Hartini sebagai istri dan sama sekali tidak berkenan menariknya ke dunia politik.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: