Soal Warga Digigit Anjing Liar, Ini Penjelasan Direktur Rumah Sakit Harapan dan Doa

Soal Warga Digigit Anjing Liar, Ini Penjelasan Direktur Rumah Sakit Harapan dan Doa

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Harapan dan Doa (RSHD) dr Lista Cherlyviera--

RADARUTARA.ID - Menanggapi soal keluhan pada pelayanan kesehatan suntik anti rabies, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Harapan dan Doa (RSHD) dr Lista Cherlyviera menyampaikan penjelasan tekait kasus salah satu warga yang digigit anjing liar dan berobat serta ingin disuntik Serum Anti Rabies (SAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR) di Rumah Sakit Harapan dan Doa (RSHD).

Informasi yang tersebar, keluarga korban merasa kecewa dengan pelayanan RSHD yang tidak menyediakan vaksin rabies. Menanggapi persoalan ini, dr Lista membeberkan, pihak RSHD tidak menyediakan suntik Serum Anti Rabies (SAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR).

“Jadi memang sebenarnya vaksin anti rabies itu di dropping oleh kemenkes. Sementara di Dinas Kesehatan ada kebijakan, vaksin itu memang tak di kirimkan ke rumah sakit. Sebab ada kebijakan, penyuntikan vaksin anti rabies itu bisa dilakukan dekat dengan rumah pasien (puskesmas terdekat),” terangnya.

Direktur RSHD ini juga menyampaikan, vaksin anti rabies terbagi di 9 kecamatan, puskesmas-puskesmas terdekat telah disiapkan suntik Serum Anti Rabies (SAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR).

“Kita kan di kota ada 9 kecamatan, itu sudah punya puskesmas terdekat. Jadi suntik rabies itu disana dan dilakukan 4 kali dalam satu bulan, di hari ke 1, 3, 7 dan 21,” tuturnya. Sekaligus memantau perkembangan kesehatan atau gejala klinis dari korban gigitan atau cakaran hewan,” tuturnya.

Lista juga memastikan, pihaknya bukan tak mengindahkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dalam menyediakan VAR dan SAR untuk menangani kasus rabies yang menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). VAR dan SAR dapat dilakukan di Dinas Kesehatan atau Puskesmas terdekat. Ini untuk lebih memudahkan masyarakat, karena ditakutkan jarak rumah dengan rumah sakit terlalu jauh.

“Jadi kita tidak melanggar Permenkes. Karena 4 kali pengobatan itu bisa diselesaikan di faskes tingkat pertama yang dekat dengan rumahnya,” jelasnya.

“Kita tetap wajib melakukan pertolongan pertamanya di rumah sakit yaitu mencuci luka dengan air mengalir, dengan sabun, dikasih anti tetanus, kalau dia lukanya besar perlu di jahit atau tidak, dikasih obat. Itu yang kita lakukan untuk pertolongan pertamanya,” sambungnya.

Lista juga memberikan pemahaman, penyuntikan rabies tak perlu buru-buru. Tapi penanganan pertama harus segera dilakukan.

“Dan diketahui penyuntikan rabies itu tidak cepat-cepat seperti anti tetanus. Dia bisa diberikan sampai dengan 10 hari disuntik, tapi memang diutamakan segera satu hari setelah itu,” ujar Lista.

Sebagai informasi, tindakan pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien yang diduga terinfeksi virus rabies, pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan luka bekas gigitan atau cakaran. Penting untuk diingat bahwa langkah ini harus dilakukan pada setiap kategori luka, baik risiko rendah, sedang, maupun tinggi.

Cara membersihkan luka adalah dengan membasuhnya menggunakan air dan sabun, selama 10­–15 menit. Setelah itu, oleskan alkohol 70% atau cairan antiseptik yang mengandung povidone iodine ke bekas luka tersebut.

Untuk kategori luka berisiko rendah, cara ini bisa menurunkan risiko terjadinya infeksi rabies secara signifikan.

Kemudian dilakukan penyuntikan vaksin Anti rabies. Penyuntikan dilakukan secara berkala dalam kurun waktu 1 bulan. *

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: