Rumah Makan Diminta Pasang Tapping Box

Rumah Makan Diminta Pasang Tapping Box

DOK/RU- Kepala BKD Mukomuko, Agus Sumarman, M.PH, MM--

MUKOMUKO RU.ID - Peringatan penting bagi seluruh pengusaha restoran, rumah makan, termasuk hotel yang tidak memasang alat transaksi data transaksi wajib pajak secara elektronik atau tapping box. Pasalnya, pemilik usaha yang tidak memasang tapping box di tempat usahanya bisa dikenakan sanksi.

Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Mukomuko, kini tengah menyiapkan payung hukum berupa peraturan daerah (Perda) yang mengatur tentang sanksi tersebut. 

"Sedang disiapkan draf Perda terkait sanksi terhadap usaha restoran, rumah makan, dan hotel yang tidak memasang tapping box. Kalau nanti drafnya sudah selesai kita buta, kita kabari lagi,” kata Kepala BKD Mukomuko, Agus Sumarman, M.PH, MM. 

Draf yang memuat sanksi itu dibuat, setelah banyaknya usaha restoran, rumah makan, dan hotel tidak memasang tapping box. Meski ia juga mengakui, pemilik usaha sudah memasang peralatan elektronik tersebut tetapi tidak digunakan sama sekali. Untuk itu, perlu adanya dibuat payung hukum agar pemilik usaha segera memanfaatkan tapping box untuk mengejar pendapatan asli daerah (PAD). 

"Tujuannya untuk mengejar PAD. Kalau nanti sudah ada perdanya, kita lanjutkan dengan peraturan bupati yang mengatur sanksi terhadap wajib pajak secara spesifik," terangnya. 

Ia belum dapat merincikan, seperti apa sanksi yang akan diberikan terhadap pemilik usaha yang tidak memasang tapping box. Namun jika melihat pengalaman di luar daerah yang sudah mereka terapkan, sanksi itu bisa sampai penutupan usaha. Sebelumnya, sambung Agus, pemerintah daerah bersama pihak Bank Bengkulu pernah memasang 25 tapping box di 25 rumah makan dan hotel di yang beroperasi di Kabupaten Mukomuko. Namun sayangnya, tapping box  yang sudah dipasang itu tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. 

“Karena alat itu tidak dipakai, maka mereka menyetorkan pajak sesuai kemauan dan kesanggupannya saja. Dan tidak mengacu pada pendapatan restoran atau hotel. Bayangkan saja, ada salah satu rumah makan di daerah ini yang menyetorkan pajak sebesar Rp 100 ribu atau 10 persen dari total pendapatannya Rp 1 juta per bulan. Bahkan ada juga yang menyetirkan pajak Rp 50 ribu per bulan dengan alasan mereka hanya mendapatkan penghasilan sebesar Rp 500 ribu per bulan. Inikan sangat tidak masuk akal,” terangnya. 

Padahal, rumah makan dan restoran yang ada di daerah sudah memberlakukan pajak 10 persen terhadap pengunjungnya. Agus pun meminta kepada masyarakat pengunjung rumah makan, restoran, dan hotel ikut bersama-sama mengawasi tempat usaha, dengan cara menanyakan struk resmi yang berasal dari alat pemantau pajak daring atau e-tax.

“Itu yang kami harapkan dari masyarakat agar target pajak restoran dan rumah makan sebesar Rp 35 juta dan pajak hotel sebesar Rp 22,5 juta di tahun 2022 ini bisa tercapai,” pungkasnya. (rel)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: