Stigma Masyarakat Terhadap Radikalisme Gerakan Islam Transnasional
Oleh: Fellin Nur Fadhillah PERKEMBANGAN globalisasi bak roda yang terus berputar telah berhasil memberikan corak hubungan antar negara yang beragam. Sebagai bagian dari proses mendunianya kehidupan manusia, globalisasi juga mendorong penyebaran serta pertukaran nilai budaya tanpa adanya batasan. Proses ini mengakibatkan terjadinya tranformasi peradaban dunia yang tentu memberikan dampak cukup besar bagi kehidupan masyarakat. Gerakan Islam transnasional merupakan salah satu perwujudan dari derasnya arus globalisasi yang kita rasakan saat ini, yangmana gerakan ini dipahami sebagai gerakan keagamaan yang memiliki koneksi internasional. Fenomena global yang satu ini cukup mempengaruhi citra Islam kontemporer di mata dunia karena gerakan ini datang dan membawa ideology baru dari Timur Tengah yang dinilai memiliki perbedaan paham keagamaan dengan lokal. Indonesia sebagai salah satu negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam tentu menjadi sasaran empuk bagi perkembangan gerakan islam transnasional ini. Hal tersebut dapat kita rasakan dengan kemunculan gerakan-gerakan baru seperti: Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Tabligh, Salafi, dan lain sebagainya. Dengan maraknya gerakan islam transnasional yang hadir di Indonesia, maka tidak menutup kemungkinan untuk lahirnya radikalisme berupa pemikiran maupun praktek gerakan. Radikalisme sendiri merupakan anak dari pemikiran yang didasarkan oleh keyakinan mengenai nilai, ide, dan juga perspektif dari seseorang atau sekelompok orang yang diyakini paling benar dan menganggap kelompok lain salah apabila tidak memiliki perspektif yang sama. Menurut beberapa ahli, ajaran radikal ini merupakan sebuah mekanisme pertahanan yang timbul sebagai bentuk reaksi atas krisis yang mengancam. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya tindakan radikalisme atas nama agama ini, seperti melemahnya kekuatan kaum muslim akibat pemerosotan para elit penguasa muslim dan pengakuan objektif para kaum radikalis terhadap non-muslim yang telah berada di puncak kemajuan baik itu dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan maupun politik namun kemajuan tersebut malah digunakan untuk mengeksploitasi bangsa-bangsa lain di dunia terutama Islam. Gerakan radikalisme yang muncul di Indonesia sendiri biasanya berkaitan dengan ideologis, sejarah, dan juga politik. Gerakan radikalisme ini dapat berujung pada aksi terror yang menjadi masalah besar tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi global. Aksi terror ini bahkan dapat dikategorikan sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Dengan adanya gerakan radikalisme berkedok ajaran agama yang dapat berujung pada aksi terror ini maka tidak heran jika ada istilah Islamophobia atau pandangan yang mengandung ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Umat Islam. Selain itu, aksi teror juga telah menimbulkan stigma di masyarakat bahwa gerakan-gerakan islam transnasional ini hanya memberikan dampak buruk, padahal pada kenyataannya Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa menyebarkan kebaikan terhadap sesama ciptaan Tuhan. Setelah sekian banyak peristiwa serangan terorisme yang terjadi di berbagai belahan dunia, Islam tidak hanya menerima stigma negatif dari masyarakat umum namun juga mendapat perlakuan rasisme di beberapa belahan dunia khususnya benua Eropa dan Amerika yang mayoritas penduduknya non-muslim. Masyarakat yang memiliki pandangan buruk terhadap Islam menganggap bahwa Islam merupakan agama yang suka berperang dan senang menggunakan kekerasan sebagai bentuk perlawanan. Hal ini tentu saja telah mencoreng nama baik agama Islam dan merusak citra Islam di mata dunia. Melihat stigma negatif yang diberikan masyarakat kepada agama islam sungguh sangat ironis. Apalagi jika stigma negatif tersebut diberikan oleh masyarakat dari negara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Indonesia. Meski sejatinya mayoritas muslim yang ada di Indonesia selalu menunjukkan sikap toleran yang tinggi dan juga mengedepankan kedamaian antar sesama, namun stigma negatif tadi tetap muncul baik dari lisan maupun tulisan yang dapat berupa penghinaan, kebencian dan lain sebagainya. Sikap ini semakin terlihat pasca rentetan peristiwa terror yang telah terjadi di Indonesia yang membuat beberapa masyarakat semakin menunjukkan ketidaksukaannya terhadap agama Islam. Dengan demikian, penting bagi kaum muslim untuk terus menyuarakan keteladanan Islam sesuai dengan ajaran agama yang sebenar-benarnya tanpa dikurangi atau bahkan dilebihkan. Umat Islam sebisa mungkin menghindari muatan agama yang menjurus pada tudingan mengenai Islam radikal untuk membuktikan bahwa kaum muslim merupakan “uswah hasanah” dan radikalisme serta aksi terror yang terjadi hanya dilakukan oleh “oknum” yang memiliki tujuan sendiri tanpa ada kaitannya dengan ajaran agama Islam yang sebenar-benarnya. (**)
**Penulis adalah Mahasiswi Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: