Konkretnya, pada mas aglasil sekitar 600.000 tahun silam. Gunung Muria serta pegunungan k cik di Patiayam dulunya bergabung dengan dataran utama Pulau Jawa. Itu, terjadi karena suhu bumi turun dalam waktu yang lama.
Sehingga permukaan laut turun rata-rata 100 meter. Namun pada interglasial, kondisi itu berbalik. Suhu bumi meningkat menyebabkan es mencair.
Alhasil, volume air laut meningkat membuat dataran Gunung Muria dan Pulau Jawa terpisah oleh laut dangkal yang tidak terlalu lebar hingga menjadi selat.
Selat Muria adalah jalur perdagangan dan transportasi yang ramai dilalui. Selat itu menjadi jalan antara masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa dengan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau lainnya.
BACA JUGA:Jelang Libur Lebaran, AEP Umumkan Jadwal Terakhir Penerimaan TBS
Dengan adanya selat tersebut, masyarakat yang ingin bepergian antara Kudus dan Demak harus menggunakan kapal. Keberadaan selat ini pulalah yang dahulu membuat Kerajaan Demak menjadi kerajaan maritim.
Keberadaan selat tersebut juga menjadikan kawasan Selat Muria sebagai lokasi galangan kapal yang memproduksi kapal-kapal jukung Jawa yang terbuat dari kayu jati yang banyak ditemukan di Pegunungan Kendeng yang terletak di sebelah selatan selat.
Keberadaan industri galangan kapal menjadikan daerah ini lebih kaya dibandingkan dengan pusat Kerajaan Majapahit, sehingga daerah ini yang didominasi para pedagang muslim yang dijuluki oleh Tomé Pires (penulis Portugis) sebagai "penguasa kapal jung.
Kendati demikian, kebenaran ramalan Jayabaya dan bencana yang terjadi kembali kepada keyakinan masing-masing. Sebab, sudah seharusnya tetap berpegang teguh pada kehendak Tuhan yang Maha Esa.*