Rawan Konflik, Minta BLT-DD Dibagi Rata

Rawan Konflik, Minta BLT-DD Dibagi Rata

KETAHUN RU - Sebagian Kepala Desa (Kades) mengaku, menghadapi situasi dilematis terhadap kebijakan pemerintah pusat yang menginstruksikan agar desa berperan menangani wabah Covid-19 melalui program BLT dari Dana desa (DD). Bahkan sebagian Kades menilai, Penyaluran program BLT-DD yang diperkuat oleh peraturan menteri keuangan (PMK) nomor 40 itu, rawan menimbulkan konflik baik antar masyarakat maupun risiko berhadapan dengan aparat penegak hukum. Atas kondisi ini, Kades menyarankan tekhnis realisasi program BLT-DD ini dikelola oleh dinas terkait di kabupaten seperti Dinsos bukan oleh desa. Dibincangi RU, Ketua FKKD Kecamatan Ketahun, Wahyudi mengatakan, hampir seluruh Kades mengeluhkan realisasi program BLT-DD. Menurut Wahyudi, tidak mudah untuk melakukan pendataan dan mencari calon penerima BLT-DD sesuai 14-9 kriteria yang telah ditetapkan pemerintah pusat. Karena hampir sebagian besar masyarakat kategori miskin, sudah masuk dalam program jaring pengaman sosial pemerintah seperti PKH, BPNT dan sebagainya. Selain itu, dampak Covid-19 menurut Wahyudi, tidak hanya dirasakan oleh masyarakat tidak mampu tapi seluruh masyarakat juga terdampak oleh Covid-19. Jika dana BLT-DD dibagi rata kepada seluruh masyarakat, juga tidak akan mampu karena tidak seluruh desa luas dan jumlah penduduknya sama. \"Rawan konflik, kami menyarankan agar tekhnis realisasi program BLT-DD ini langsung oleh dinas terkait di kabupaten seperti Dinsos untuk mengelolanya. Desa hanya berperan merealisasikan anggaran dan membantu pendataan karena jika dipaksakan dan dilaksanakan oleh desa, akan jadi sasaran konflik,\" terangnya. Diakui Wahyudi, desa sudah mendapat gambaran jumlah kuota calon penerima BLT-DD yang disampaikan oleh Dinsos BU. Hanya saja, untuk mencari nama dan mencukupi jumlah kuota calon penerima program itu, tidak gampang. Khusus Desa Giri Kencana, kata Wahyudi, dari kuota 219 calon penerima BLT-DD yang disampaikan oleh Dinsos BU, baru ada 200 calon penerima yang di data oleh desa. \"Untuk menentukan nama calon penerima dari jumlah kuota yang diberikan oleh Dinsos BU saja, kami kesulitan. Jika tidak hati-hati dalam menyajikan data tersebut, gejolak masyarakat akan timbul dan berpeluang untuk berurusan dengan hukum,\" imbuhnya. Lebih jauh Wahyudi menegaskan, desa tidak keberatan jika DD dialokasikan untuk program BLT ke masyarakat. Asalkan dalam tekhnis pelaksanaanya, pemerintah dapat membarengi instruksi tersebut dengan kebijakan yang fleksibel alias tidak kaku seperti yang dirasakan saat ini. \"Kami dari desa tetap akan anggarkan karena akan ada dua sanksi yang sudah menanti desa jika tidak menggarkan dan melaksanakan program BLT-DD ini. Namun untuk saat ini, kita masih fokus pada tahapan pendataan, pergeseran anggaran yang harus mengotak-ngatik kembali APBDes dan menunggu payung hukum berupa Perbup turunan atas PMK nomor 40. Selanjutnya jika tahapan ini sudah kita lalui. Di pencairan DD tahap II akan kita realisasikan,\" ujarnya. Terpisah, keluhan senada juga disampaikan oleh Wakil FKKD Kecamatan Marga Sakti Sebelat (MSS), Wakidi. Pihaknya menguusulkan, program BLT-DD direalisasikan secara merata kepada seluruh masyarakat. Wakidi menilai, desa kesulitan untuk menentukan kriteria penerima program BLT-DD tersebut. \"Kalau harus dilaksanakan, kami usul agar anggaran untuk BLT-DD ini dibagi rata kepada seluruh masyarakat. Karena dampak Covid-19 ini luas, baik masyarakat miskin maupun masyarakat mampu, semua terdampak. Jika ditemukan masyarakat yang memenuhi kriteria penerima BLT di desa sekitar 10 orang atau 5 persennya. Apakah dana sebesar 2,5 persen itu diberikan bulat untuk mereka yang terdata saja? Tentu jika hal ini dipaksakan, desa yang akan jadi sasaran konflik masyarakat. Bahkan desa juga akan berpeluang berurusan dengan hukum. Ini yang kita wanti-wanti sekarang,\" tegasnya. Wakidi mengaku, desa tidak keberatan jika DD harus digunakan untuk penanganan dampak Covid-19. Bahkan jika diperlukan seluruh DD yang dimiliki desa dalam satu tahun anggaran ini diperuntukan penanganan Covid-19 desa tidak mempersoalkannya. Asalkan dalam pelaksanaan program, kata Wakidi, dibarengi dengan kebijakan yang pro kepada seluruh pihak. \"Kalau pun DD yang kita terima semuanya diharuskan untuk penanganan Covid-19 kami tidak masalah. Asalkan program tersebut dibarengi dengan kebijakan yang pro kepada desa dan masyarakat. Karena kami hanya ingin menghindari konflik dengan masyarakat,\" demikian Wakidi.(sig)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: