Jaksa Eksekusi Korupsi DEP Tahun 2002

Jaksa Eksekusi Korupsi DEP Tahun 2002

ARGA MAKMUR RU - Korupsi Dana Ekonomi Produktif (DEP) bantuan program Pemberdayaan Masyarakat Ekonomi Pesisir (PMEP), menemui babak baru. Salah satu terpidananya, Khairil Anwar, segera menjalani vonis pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Bengkulu. Ini setelah penyidik dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara (BU) pada Kamis (27/2) kemarin, sekitar Pukul 11.34 WIB, melakukan eksekusi terhadap Bendahara Lembaga Ekonomi Pemberdayaan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) Bina Maritim Kecamatan Air Napal Kabupaten Bengkulu Utara (BU) tahun 2002 tersebut. Jerat kasus yang mulai dibuka di persidangan sejak tahun 2000-an itu, berujung dengan putusan Mahkamah Agung (MA) atas upaya kasasi yang dilakoni terdakwa. MA menjatuhkan vonis 1 tahun penjara kepada terdakwa. Catatan Radar Utara, kasus penyelenggarakan dana bantuan dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan itu, awalnya memberikan bantuan sebesar Rp 373,5 juta kepada Kelompok Penerima Manfaat (KPM) melalui LEPP-M3 Bina Maritim Kecamatan Air Napal di tahun 2002. Kelompok yang lantas menjadi obyek pengusutan kasus korupsi oleh kejaksaan di tahun 2005 itu, sedianya melibatkan 3 orang sebagai pengurusnya. Selain Khairil Anwar yang saat ini sudah dieksekusi jaksa. Kelompok itu diketuai oleh Tonsi Efendi yang telah meninggal dunia, dalam perjalanan kasus tersebut. Laju program dengan skema dana hibah itu, secara administratif turut menunjuk salah satu pejabat di Dinas Kelautan Perikanan (DKP) saat itu yang saat ini menjadi Dinas Perikanan, pasca bidang kelautan ditarik menjadi kewenangan provinsi. Salah satu ASN itu menjawab sebagai pimpinan proyek (pimpro). Dalam pengembangan kasus yang dilakukan penyidik jaksa, di tahun yang sama kasus bantuan nelayan itu menghasilkan 2 perkara (split,red), namun masih dengan obyek proyek anggaran hibah yang sama. Praktik korupsi itu, diawali dengan catatan keuangan diketahui pengurus kelompok tersebut mencairkan DEP. Tepatnya di sekitaran bulan Desember 2002, atas leges dari Tasmidi, selaku pimpinan proyek dana hibah tersebut. Pendeknya, anggaran itu akhirnya berhasil menjadi uang tunai. Usut punya usut, anggaran tersebut justru tidak dipergunakan sesuai dengan petunjuk teknis program yang menjadi pendoman umum PEMP yang diterbitkan Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan. Dari fakta-fakta lahir dalam persidangan, diketahui anggaran hibah itu dipergunakan untuk biaya makan-minum, pembelian kebutuhan nelayan, akomodasi, komunikasi dan transportasi dari Bengkulu-Jakarta hingga Jakarta-Bengkulu. Kata kunci kasus itu adalah penggunaan anggaran di luar peruntukkan. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) BU, Elwin Agustian Khahar, SH, MH, kepada Radar Utara tak menyangkal eksekusi yang sudah dilaksanakan berdasarkan putusan inkrah itu. Elwin menegaskan, pelaksanaan eksekusi itu berdasarkan amar putusan MA Nomor 1517k/Pid.Sus/2018 tanggal 19 November 2018. Dalam amar putusan MA, kata dia, menyatakan Terpidana terbukti dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan korupsi. Terpidana juga dinyatakan wajib mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 39,2 juta subsidair 6 bulan penjara. \"Amar putusannya baru kami terima di Januari 2020. Kita lakukan persiapan, pelacakan dan hari ini kita lakukan eksekusi,\" kata Elwin di kantornya, kemarin. Eksekusi terhadap Khairil Anwar sendiri, sempat dilakoni jaksa dengan mengaku sebagai pembeli udang. Maklum, ASN aktif yang terancam sanksi disiplin pegawai itu, diketahui berbisnis lobster di kawasan Air Napal. Saat dieksekusi oleh tim kejaksaan, Terpidana yang sempat mendekam di Lapas Klas II B Arga Makmur itu, tengah berada di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Air Napal. Eksekusi dilakukan dengan cepat sekitar Pukul 11.12 WIB dan langsung dibawa ke Kantor Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara untuk diteruskan ke Lapas. Elwin menegaskan, berdasarkan amar putusan MA itu, Terpidana dijerat Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a,b ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. \"Terpidana juga dikenakan pasal Jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kami pun melakukan pencermatan dalam program-program lain yang ada di daerah. Khususnya soal dugaan kelompok fiktif hingga sasaran program fiktif,\" pungkasnya. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: