Berburu Dengan Waktu, Bawaslu Dituntut Gesit
ARGA MAKMUR RU - Secara de jure, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam tahapan setiap tahapan Pilkada relatif memiliki ruang gerak yang tak lebih longgar, jika dibandingkan saat pemilu legislatif (pilleg) 2019 lalu. Pasalnya, kontestasi yang berpuncak di 9 April 2019 itu, mengunakan dasar hukum yang berbeda dengan pemilihan kepala daerah. Dalam Undang-Undang Nomor (UU) 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang menjadi saduran dasar operasional intinya, waktu dalam penanganan laporan atau pun temuan pelanggaran, memiliki waktu yang relatif panjang. Totalnya 14 hari. Dengan mekanisme 7 hari pertama dan penambahan 7 hari berikutnya, untuk pengumpulan unsur-unsur pelanggaran. Longgar waktu itu, tak lagi diberikan Bawaslu dalam pemilu yang menggunakan dasar Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota itu. Bawaslu hanya diberikan waktu untuk mengambil keputusan secara kelembagaan, tak lebih dalam rentang waktu 5 hari atau 3 hari pertama dan 2 hari perpanjangan. Ketua Bawaslu Bengkulu Utara (BU), Hj Titin Sumarni, SH, ketika dibincangi Radar Utara akan kondisi itu, menegaskan bukan menjadi alasan bagi lembaga \"wasit pemilu\" lantas kendor bahkan tidak optimis dalam menggiring penyelenggaraan pesta demokrasi yang bersih di daerah. Meski, Titin sendiri tak mengelak, ruang gerak lembaganya, lebih sempit dari sisi waktu ketika menindaklanjuti sebuah laporan dugaan pelanggaran pemilu atau pun temuan dugaan pelanggaran oleh pihaknya sendiri. \"Bawaslu akan tetap dan harus optimis, dalam mencegah dan pelanggaran pemilu,\" kata Titin, usai melantik Panwascam Enggano, belum lama ini. Titin mengakui, ada perbedaan soal waktu dalam penyikapan sebuah laporan hingga temuan dugaan pelanggaran pemilu tahun ini. Total waktu yang diberikan undang-undang, kata dia, pihaknya mesti melakukan tindaklanjut dalam kurun waktu 3 hari dan penambahan waktu 2 hari, ketika menilai perlu melakukan penambahan unsur-unsur yang menguatkan, untuk menetapkan sebuah laporan atau temuan pelanggaran itu, menjadi pelanggaran. Waktunya lebih pendek, ketimbang pemilu 2019 lalu. \"Tentu ini akan menjadi salah satu cermatan kami. Karena yang paling prinsip adalah melaksanakan pengawasan maksimal, untuk pemilu yang bersih dan berkepastian hukum,\" tegasnya. Dia juga mengharapkan, sinergi lintas elemen di daerah, termasuk pula kampanye masif pengawasan partisipatif berbasis masyarakat menurut Titin, sangatlah penting dalam sebuah pesta demokrasi. Apalagi, lanjut dia lagi, obyek pelanggaran tidak hanya money politik. Janji-janji politik dengan tujuan tertentu yang pada prinsipnya, bertujuan untuk memenangkan pasangan calon, bisa menjadi obyek laporan dugaan pelanggaran. \"Jadi soal plus dan minus dalam dinamika regulasi, harus tetap disikapi dengan integritas. Karena kunci dalam sebauh sistem adalah integritas. Dengan instrumen hukum yang baik, tanpa dibarengi dengan elemen pelaksana yang berintegritas maka sulit untuk sebuah sistem berjalan dengan baik dan maksimal,\" tukasnya. (bep)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: