Tolak Omnibus Law, FSPMI Duduki Gedung Dewan

Tolak Omnibus Law, FSPMI Duduki Gedung Dewan

  • Berharap, UU Omnibus Law Pro Buruh
MUKOMUKO RU - Ratusan massa dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesian (KSPI), menduduki gedung Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mukomuko, Senin (20/1) siang kemarin. Mereka melakukan aksi penolakan Omnibus Law - RUU Cipta Lapangan Kerja, serta menyampaikan 6 tuntutan FSPMI kepada DPRD Kabupaten Mukomuko. Diantaranya, para buruh menolak pengurangan atau penghilangan pesangon, menghilangkan upah minimum, penggunaan outsourcing semakin masif, lapangan kerja TKA akan semakin masif, jaminan sosial untuk pekerja dihilangkan dan menghilangkan sanksi pidana kepada pengusaha yang curang. Dalam orasinya, Roslan, selaku Ketua DPW FSPMI Provinsi Bengkulu, meminta kepada para anggota dewan untuk memastikan pihak perusahaan agar membayar gaji sesuai dengan upah yang telah ditentukan. “Kami minta untuk adanya pengawasan kepada pihak perusahaan agar membayar upah sesuai dengan aturan yang ada dan bila melanggar maka kenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku,\" tegasnya. Dalam aksi orasi massa yang mendapat pengawalan ketat dari 128 orang personil Kepolisian, mendapat tanggapan langsung dari Ketua DPRD Kabupaten Mukomuko, Ali Saftaini, SE. Bahkan, Ali pun langsung menemui massa di halaman gedung dewan. Ia juga mengapresiasi positif atas kedatangan ratusan massa di halaman gedung dewan. Sebab, kata dia, seluruh anggota dewan yang ada di gedung DPRD Kabupaten Mukomuko adalah wakil dari masyarakat di daerah ini. “Jangan kita menolak adanya revisi. Tapi yang terpenting lagi, kita kawal revisi itu yang tujuanya bisa meningkatkan kesejahteraan para pekerja. Dan kami siap membantu memperjuangkan hak-hak seluruh buruh yang ada di daerah ini,” demikian Ali.
  • Berharap, UU Omnibus Law Pro Buruh
SEMENTARA itu, Warna kontra dalam pembahasan rancangan undang-undang \"sapu jagad\" atau konsep omnibus law, mendapatkan sorotan di daerah. Konsep yang baru pertama akan dilakukan di Indonesia itu, rencananya akan menggabungkan dua undang-undang \"omnibus law\" yakni Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja dan Undang-Undang Perpajakan. Pegiat isu buruh di daerah, Nuroni, SH, saat dibincangi Radar Utara perihal rancangan UU Omnibus yang dibarengi deras protes di pusat itu, mengaku cukup prihatin jika melihat dari jauh. Idealnya, kata dia, sebuah rancangan undang-undang mesti dibarengi dengan uji publik hingga melibatkan organisasi-organisasi yang terkait dengan kerja program legislasi nasional (prolegnas) itu. \"Kita di daerah, lebih kepada pengguna aturan. Namun, kita juga berharap, produk hukum yang dibuat nantinya mencerminkan pro rakyat dan pro buruh. Ini artinya, regulasi yang dibuat justru menguatkan aturan sebelumnya. Semisal, soal jaminan buruh seperti gaji layak, pesangon hingga teknisnya yang diatur dengan tegas dan jelas,\" papar Nuroni yang turut mendampingi gesekan ketenagakerjaan yang terjadi di Universitas Ratu Samban itu. Persoalan yang melibatkan tenaga kerja, menurut Nuroni, menjadi satu hal yang penting di daerah. Apalagi, kata dia, mengait pada instrumen hukum. Pasalnya, Bengkulu Utara merupakan kabupaten dengan jumlah perusahaan terbanyak di Provinsi Bengkulu. \"Jadi isu di bidang ketenagakerjaan ini, akan memiliki pengaruh besar. Dan dengan rumusan hukum baru, sudah pasti akan merubah tatanan di bidang ketenagakerjaan di daerah dan tentunya akan mempengaruhi respon sosial di tingkat buruh,\" tegasnya. Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) BU, Drs Fahrudin, belum banyak berkomentar perihal wacana konsep omnibus yang diperkirakan bakal menjadi undang-undang dalam 100 hari kedepan itu. Fahrudin hanya menanggapi persoalan ini, dari sisi daerah sebagai pelaksana kebijakan atau pun aturan pusat. \"Kita sangat yakin, proses di pusat pasti akan menyikapi semua dinamika faktual yang muncul. Apalagi yang tengah digarap pemerintah ini mengait pada buruh, tentunya sangat berimplikasi dengan orang banyak. Saya kira, pemerintah akan tetap pro rakyat,\" ujar Fahrudin memungkas. (rel/bep) Berikut enam isu di bidang ketenagakerjaan dalam penolakan RUU Omnibus Law. 1. Dampak terburuk yang secara langsung dirasakan buruh adalah hilangnya upah minimum. Hal ini, terlihat dari keinginan pemerintah yang hendak menerapkan sistem upah per jam. Dengan kata lain, pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka upahnya otomatis akan di bawah upah minimum. 2. Aturan mengenai pesangon dalam UU 13/2003 justru akan dihilangkan dan digantikan dengan istilah baru yakni tunjangan PHK yang hanya 6 bulan upah. Padahal sebelumnya, buruh berhak mendapatkan hingga 38 bulan upah. 3. Buruh menolak istilah fleksibilitas pasar kerja karena istilah ini dapat diartikan tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap (PKWTT). 4. Omnibus law ini juga dikhawatirkan menghapus berbagai persyaratan ketat bagi tenaga kerja asing. 5. Jaminan sosial yang berpotensi hilang diakibatkan karena sistem kerja yang fleksibel. 6. Buruh juga menolak adanya wacana penghapusan sanksi bagi pengusaha yang tak memberikan hak-hak buruh.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: