Korban Incest Lahiran, Minta Pendampingan Konkret
Reporter:
Redaksi|
Editor:
Redaksi|
Selasa 07-01-2020,09:45 WIB
- Versi DPPPA, Korban Melanjutkan Sekolah
PUTRI HIJAU RU - Kepolisian Mapolsek Putri Hijau memastikan, penindakan hukum terhadap kasus asusila oleh ayah kandung (incest) di Kecamatan Putri Hijau, masih bergulir.
Teranyar, Kapolsek, Iptu Fery Octaviari Pratama, SIK, MH mengatakan, korban yang dikabarkan tengah mengandung janin dari ayahnya itu, tengah menjalani proses persalinan pada bulan Januari ini.
Informasi yang didapatkan Kapolsek, proses persalinan korban ini, tidak dapat dilakukan secara normal alias harus melakukan operasi di salah satu RS Kota Bengkulu, Senin (6/1) kemarin.
\"Informasi yang kami terima. Hari ini (kemarin, Red) korban menjalani proses persalinan dengan tindakan operasi di salah satu RS Kota Bengkulu.
Selanjutnya, apakah proses persalinan berjalan lancar dan bagaimana kondisi kesehatan bayi, kita belum memantau terlalu jauh,\" terang Kapolsek.
Menyikapi bertambahnya beban yang harus dipikul oleh korban, Kapolsek mendesak dinas terkait di BU (DPPA), untuk melakukan pendampingan intensif kepada korban.
Langkah pendampingan dianggap penting, menurut Kapolsek, agar nasib korban beserta bayi yang dilahirkannya, dapat termonitor secara berkala dan mendapat dorongan moral dalam menjalani kehidupan di masa depannya.
\"Tentu dengan lahirnya si bayi ini. Beban korban bertambah, DPPA BU kami harap bisa memberi pendampingan maksimal terhadap korban dan anaknya.
Kehadiran DPPA kami harap, bisa memberi dorongan moral untuk korban dalam melanjutkan kehidupannya,\" pinta Kapolsek.
Terpisah, salah seorang Kades di Putri Hijau, Roswan Efendi, membenarkan jika korban incest yang melibatkan salah satu warganya itu, dalam proses persalinan atas janin yang dikandungnya.
\"Benar. Sedang proses melahirkan di Bengkulu. Terakhir informasi yang saya dapatkan (Senin pukul 12.30 WIB siang, Red) proses masih berlangsung,\" terangnya.
- Sanksi Adat Tetap Berlaku
DISINGGUNG soal kasus incest di desanya dan langkah yang ditempuh oleh desa dalam memberikan sanksi pada pelaku incest ini.
Kades Roswan Efendi, memastikan, penerapan saksi adat tetap diberlakukan meski secara rinci dan detail, penerapan sanksi itu diserahkan sepenuhnya kepada lembaga dan tokoh adat di desa.
\"Pihak adat juga sudah mendesak terkait persoalan ini. Tentu akan ada kemungkinan sanksi adat diberlakukan cuma, soal sanksi apa yang diberikan oleh pihak adat.
Kita lihat nanti karena saat ini, yang bersangkutan (korban, Red) sedang menjalani proses persalinan,\" demikian Kades.
- Angka Kekerasan Meningkat, Korban Tetap Sekolah
SAMPAI akhir tahun 2019 lalu, kasus kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Bengkulu Utara mencapai angka 28 dan jumlah ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya diangka 23 kasus.
\"Jumlahnya lebih banyak jika dibanding tahun 2018, namun jumlah ini bertambah karena masyarakat semakin sadar untuk melaporkan kejadian yang sebelumnya masih merasa tabu dan malu,\" ungkap Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) BU, Amra Juita, S.Sos, MM.
Berdasarkan hasil evaluasinya, kata dia, hampir 50 persen kasus tahun 2019 merupakan kasus kekerasan seksual dan sudah dilakukan pendampingan maksimal oleh dinasnya.
Terutama untuk korban yang diketahui hamil dan tetap melanjutkan pendidikan baik dipindahkan ke sekolah lain maupun tetap di sekolah yang lama sebagaimana hak korban, untuk mendapatkan pendidikan.
\"Kita tetap melakukan pendampingan sampai korban merasa kondisinya telah aman,\" tambahnya.
Masih Amra, untuk kasus terakhir tahun 2019, incest terhadap anak dan menyebabkan korban yang masih duduk di bangku SMP hamil, korban tetap memilih melanjutkan pendidikan dan kalaupun korban meminta dipindahkan, pihaknya siap memfasilitasi.
\"Saat terakhir kami menemuinya, korban tetap bersemangat untuk melanjutkan pendidikan dan berdasarkan laporan, korban tetap melanjutkan pendidikan,\" jelasnya.
Pelaku Harus Dihukum Seberat-beratnya
SEMENTARA itu, Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi dalam wilayah Provinsi Bengkulu dinilai harus diberikan perhatian khusus.
Meskipun demikian diharapkan para pelaku dapat diberikan hukuman yang berat, sehingga dapat menimbulkan efek jera dan tidak menumbuhkan pelaku-pelaku baru.
Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, H. Zainal, S.Sos, M.Si mengatakan, kasus asusila seperti yang terjadi di Kabupaten Bengkulu Tengah sangat miris, dan prihatin atas kejadian itu.
Atas nama lembaga legislatif mendukung penuh, agar aparat penegak hukum memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku, dan bila perlu diberikan hukuman mati.
\"Kita sayangkan kasus asusila dengan korban balita sampai meninggal dunia. Permasalah maraknya kasus kekerasan perempuan dan anak ini memang perlu penanganan dan Pekerjaan Rumah (PR) secara bersama-sama untuk mengatasinya, sekaligus bersinergi dengan dinas teknis.
Meminimalisir kasus seperti memang perlu kerja bersama-sama dengan melibatkan seluruh stake holder,\" ujarnya.
Ia menambahkan, ketersediaan anggaran untuk program pemberdayaan perempuan dan anak, memang masih dinilai sangat kecil.
Artinya fokus kebijakan pemerintahan daerah belum sepenuhnya pada upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. \"Untuk itu upaya preventif lebih baik, sehingga diperlukan program kerja bersama-sama dalam pencegahannya,\" singkat Zainal.
(sig/mae/tux)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: