Soal Transhipment, DPRD Nilai Perlu Adanya Komitmen

Soal Transhipment, DPRD Nilai Perlu Adanya Komitmen

BENGKULU RU - Persoalan transhipment yang dianggap sebuah permasalahan bagi Asosiasi Pengusaha Batu Bara (APBB) tidak akan ada solusi, jika tidak ada komitmen antara APBB, PT Pelindo II dan Pemprov Bengkulu. Ini disampaikan Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu, Jonaidi, SP, MM. Menurutnya, komitmen antara ketiga pihak tersebut sangat dibutuhkan. \"Karena PT Pelindo sendiri berkeinginan transhipment dilakukan dalam pelabuhan Pulau Baai, dimana PT Pelindo mengaku masih mampu untuk memfasilitasi kapal-kapal berkapasitas 60 ribu ton untuk masuk ke pelabuhan. Namun keluhan APBB di pelabuhan, mereka tidak bisa mengangkut batu bara diatas 30 ribu ton, bahkan dibawah 25 ribu ton,\" kata Jonaidi. Sementara, lanjut Jonaidi, jika tidak dilakukan dalam pelabuhan, PT Pelindo mengalami kesulitan untuk merawat kondisi alur yang membutuhkan anggaran puluhan Miliar. \"Jadi jika tidak ada kepastian APBB untuk melakukan pengapalan batu bara dalam pelabuhan, otomatis pendangkalan alur akan terus terjadi, sehingga akhirnya mau tidak mau transhipment terjadi di luar pelabuhan,\" ujar Jonaidi. Di satu sisi, sambungnya, terkait masalah transhipment ini, berpotensi menyebabkan kerugian daerah. Seperti pertambangan di wilayah Bengkulu Utara, yang melakukan transhipment di Pulai Pagai, Sumatera Barat. \"Yang mana kondisi itu mengakibatkan kerugian daerah mencapai Rp 180 juta setiap kali pengapalan. Padahal batu bara itu dari Provinsi Bengkulu,\" katanya. Maka dari itu, terkait masalah ini harus ada komitmen, bukan hanya antara APBB dan PT Pelindo saja, tetapi juga Pemprov Bengkulu. \"Bagaimana caranya agar ada regulasi yang mengatur atau menekankan jika transhipment harus dilakukan di dalam pelabuhan Pulau Baai. Kalau transhipment dilakukan di luar pelabuhan, tentu saja aspek lingkuingan ataupun hal lainnya harus dikaji lagi,\" tegas Jonaidi. Di bagian lain, Kepala KSOP Bengkulu, Moh. Ali, S.AP, M.Si mengatakan, silakan saja kalau mau transhipment dilakukan, tapi harus ada regulasinya, sehingga nanti tidak ada larangan. \"Kalau dalam pelabuhan, sekarang ini kondisi kedalamam alur terbatas karena dalamnya cuma minus 9 LWS. Kalau ada kapal yang butuh kedalaman minus 15 LWS, kan tidak bisa masuk. Jadi solusinya, jika kapal bermuatan batu bara 60 ribu ton, 25 ribu tonnya dimuat dalam pelabuhan, selebihnya di Pulau Tikus atau Pulau Mega,\" terang Ali. Sementara itu, Ketua APBB Provinsi Bengkulu, Bebby Husy mengatakan, terkait masalah ini seharusnya bukan Pemerintah yang tergantung pada pengusaha batu bara, tetapi sebaliknya. \"Jadi Pemerintah itu harus tegas, karena kita tidak ngotot transhipment dilakukan di Pulau Tikus atau Pulau Mega. Kalau memang kolam pelabuhan mampu untuk transhipment, kenapa tidak,\" ujar Bebby. Ia menambahkan, yang terpenting bagi pihaknya itu bagaimana transhipment dilakukan dalam wilayah Provinsi Bengkulu, sehingga keberadaan batu bara mampu menyumbangkan PAD bagi Provinsi ini. \"Kita selaku APBB sangat tidak setuju jika transhipment dilakukan di luar Provinsi Bengkulu ini, sehingga PAD tidak maksimal,\" demikian Bebby. (tux)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: