RADARUTARA.ID- Sistem pembayaran upah sampai masalah susutnya jatah beras di lingkungan PT Air Muring, Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara dikeluhkan karyawan. Sesuai data dan informasi yang berhasil dihimpun oleh radarutara.id, sejak beberapa bulan terakhir.
Perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan karet, itu telah menerapkan sistem pembayaran upah kepada karyawan sadapnya berstatus pekerja SKU dengan cara diborong. Dan praktis, sejak sistem borong itu diterapkan dan dijadikan perusahaan Bakrie Grup ini sebagai standar untuk membayar upah, justru sejumlah karyawan di PT Air Muring mengaku tidak pernah lagi mendapatkan upah sesuai standar UMP.
Di sisi lain, sejumlah karyawan juga mengaku kecewa dengan sikap atau kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan dalam memenuhi hak karyawan berupa jatah beras bulanan yang saat, ini dianggap mengalami penyusutan dibanding jatah yang diterima sebelumnya.
"Sejak diterapkannya pembayaran upah dengan sistem borong, ini kami tidak pernah lagi mendapat upah sesuai standar UMP. Ada pun karyawan yang mendapat upah sesuai standar UMP bahkan melebihi UMP, itu hanya segelintir karyawan. Karena dengan kondisi tanaman karet milik perusahaan yang sekarang tidak produktif lagi ditambah, dengan jumlah tanaman perusahaan yang sudah banyak di replanting susah bagi kami untuk mendapatkan upah sesuai UMP," ujar salah satu karyawan PT Air Muring, Martunggal, yang sudah bekerja selama 24 tahun di PT Air Muring, ini kepada Radar Utara ID Jumat (1/3).
Dikatakan Martunggal, jika dihitung dengan waktu efektif 7 jam bekerja, hasil sadapan yang ia dapatkan maksimal per harinya hanya bisa mengumpulkan 30 Kg getah karet (dalam kondisi basah). Dan setelah melalui proses penimbangan, 30 Kg getah karet yang dihasilkan itu dipastikan menyusut akibat adanya pengurangan dari sisi tingkat kekeringan, ketekoran dan faktor lainnya.
"Yang dihitung getah kering, sehingga getah karet yang kita hasilkan itu masih akan menyusut dan secara otomatis, susutnya getah karet itu juga akan mengurangi upah yang kita terima. Atas kondisi tersebut paling kencang upah yang bisa saya dapatkan hanya Rp 400 ribu/bulan," bebernya.
Sejak awal kata Martunggal, pihaknya sudah menentang dan tidak setuju dengan pembayaran upah sistem borong ini. Tapi lanjut Martunggal, pihak managemen perusahaan tetap keukeh bahwa sistem pembayaran upah yang mereka terapkan itu dinilai sudah sesuai perundang-undangan.
"Sejak awal kami sudah keberatan dengan sistem yang diterapkan oleh managemen perusahaan ini. Tapi perusahaan memutuskan dan tetap keukeh serta mengeklaim bahwa kebijakan yang mereka terapkan itu sudah sesuai perundang-undangan. Faktanya, sejak sistem itu diterapkan kami pekerja yang berstatus SKU ini tidak pernah lagi menerima upah sesuai UMP," ujarnya dengan nada kecewa.
Di sisi lain, Martunggal, juga mengungkit jatah beras yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan yang saat, ini tengah susut dibanding jatah beras yang diberikan pada bulan-bulan sebelumnya.
"Sejak dikelola oleh SPSI, jatah beras yang kita terima setiap bulan juga susut. Biasanya kami sebagai karyawan yang memiliki anak dua, ini menerima 39 Kg, tapi sekarang hanya menerima sekitar 30 Kg. Dan kebijakan itu hanya diterapkan sebatas penyampaian, saya pribadi tidak pernah menandatangani berita acara kesepakatan terkait penerapan kebijakan tersebut," tandasnya.
Lebih lanjut, Martunggal, meminta dan mendesak kepada dinas terkait di lingkungan Pemkab Bengkulu Utara untuk meninjau ulang kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan PT Air Muring kepada karyawannya ini.
"Saya berharap kebijakan yang diterapkan perusahaan dalam memenuhi hak karyawan, ini bisa ditinjau ulang oleh dinas terkait. Kami berharap perusahaan bisa memberikan hak karyawan sesuai aturan yang ada. Kalau memang perusahaan tidak sanggup lagi untuk mengaji karyawan, jangan seperti ini caranya," desaknya.
Terpisah ketika dihubungi oleh radarutara.id, Ketua SPSI PT Air Muring, Murdopo, mengeklaim, bahwa sistem pembayaran upah untuk harian lepas sesuai dengan aturan undang-undang. Sementara untuk karyawan sadap dihitung berdasarkan HK borong, karena hal tersebut sudah melalui persetujuan.
"Kalau pendapatan sebenarnya malah lebih dari HK UMP. Tapi sekarang terkadang memang gajinya lebih rendah dari UMP. Kalau memang ada (karyawan) yang keberatan harusnya mengajukan dulu ke SPSI lalu, dilanjutkan ke perusahaan," terang Murdopo.
Sementara ketika disinggung soal keluhan sejumlah karyawan yang menyatakan bahwa jatah beras bulanan yang diterima karyawan saat, ini tengah mengalami penyusutan, menurut Murdopo, terkait beras saat ini yang menangani bukan lagi perusahaan. Itu, disebabkan karena perusahaan tidak lagi memberikan jatah berbentuk beras.