BU Genjot Tangkal Pelecehan Seksual
Kamis 19-09-2019,09:25 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi
ARGA MAKMUR RU - Fokus pembangunan di segala bidang, terus dilakukan Pemda Bengkulu Utara (BU). Salah satunya, soal masalah sosial masyarakat yang cukup mencolok yakni kasus asusila baik pelecehan perempuan maupun anak. Via Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Bupati BU, Ir H Mian, menegaskan pemerintah daerah berupaya melakukan langkah-langkah progresif prosedural, meski dalam situasi keterbatasan finansial daerah.
\"Pelecehan seksual, bukan saja bentuk pelanggaran hukum dan norma agama. Tapi, merupakan gejala dis-sosial masyarakat, dampak dari degradasi moral,\" kata Bupati Mian, kemarin.
Dalam segala kendala yang dihadapi. Bupati menegaskan, pihaknya berupaya terus meningkatkan frekuensi langkah-langkah untuk bisa melakukan upaya pencegahan. Meski tak mudah. Meski begitu, berkaca dari umur DPPA yang cukup muda, 2,5 tahun bisa mengantarkan daerah ini mendapatkan pengakuan di level pusat dan daerah. Salah satunya, Anugerah Parahita Eka Praya (APE).
Pengakuan pemerintah pusat tersebut dititikberatkan pada upaya konkret Pemda BU dalam melaksanakan pembangunan pemberdayaan perempuan danam anak. \"Tentu kita tidak lantas jumawa. Karena sejatinya, ini adalah start awal kita untuk kembali meningkatkan kualitas program juga dengan durasinya. Dan ini pun merupakan buah kerja keras dan saya berharap bisa dipertahankan dan ditingkatkan,\" wejang Bupati.
Terpisah, Kepala DP3A BU, Amra Juwita, S.Sos, MM, menerangkan selain APE, arahan Bupati dan Wakil Bupati di bidang pemberdayaan perempuan dan anak, juga membawa daerah ini mendapatkan apreasisi berupa anugerah sebagai inisiator menuju Kabupaten Layak Anak (KLA) serta penganugerahan cakupan pemberian Akte Kelahiran Anak Kategori Pratama. \"Langkah pencegahan yang dilakukan meliputi sosialisasi dan pendampingan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak,\" ungkapnya, kemarin.
Dalam kerja sosialisasi yang dilakukan dan dengan sebaran masyarakat di daerah yang berjumlah 284.505 jiwa, Amra menerangkan tujuan sosialisasi adalah membentuk pemahaman di masyarakat, akan pentingnya tangkal dini praktik pencegahan pelecehan seksual serta pemahaman akan pentingnya melaporkan sebuah tindak asusila yang terjadi di sebuah komunitas sosial masyarakat. Selama ini, kata Amra, terbentuk paradigma tindak asusila adalah aib yang harus ditutupi. Lebih-lebih, pelakunha merupakan orang dengan ekonomi lebih atau berpengaruh. Langkah itu dilakukan dalam bentuk inovasi Jangkau Sekolah Kurangi Kekerasan (JASKUSAN).
\"Inovasi ini memiliki keunggulan, sangat mendukung program dalam keterbatasan anggaran. Namun tetap, tepat sasaran,\" ungkapnya.
Dari sisi pendampingan korban kekerasan seksual, dilakukan mulai dari penjangkauan dilakukan dengan pendampingan saat proses hukum. Sasarannya, kata dia, untuk memastikan pelaku dan korban menjalani proses hukum, sesuai dengan aturan yang berlaku. Langkah-langkah di atas, lanjut Amra, diharapkan membentuk trust publik akan pentingnya mengungkap praktik pelecehan seksual dengan ancaman hukum positif yang berat (15 tahun penjara,red), bagi pelaku tindak asusila. Karena selama ini, kasus asusila dianalogikan dengan Fenomena Gunung Es. Dengan kata lain, kasus yang muncul dari komunitas sosial, merupakan titik terang yang sangat kecil, dalam kelamnya aksi pelecehan yang seolah ditutup, karena paradigma yang keliru. Namun begitu, progres positif mulai tampak yakni menurunnya keengganan korban atau keluarga korban untuk melaporkan persoalan pidana yang terjadi kepada pihak berwajib.
\"Grafik laporannya pun terus meningkat. Ini sangat positif dari sisi pengungkapan fakta. Namun tetap harus dibarengi dengan langkah pencegahan dan penyuluhan aturan kepada masyarakat. Salah satunya, Satgas Perlundungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dan sinergi apik yang terus dijalin bersama kepolisian dari sisi penegakan hukumnya,\" tukas Amra. (bep)
Tags :
Kategori :