Dimanakah Sisi Kewarganegaraan Ketika Bangga Mengenakan Kebaya Korea?
Dimanakah Sisi Kewarganegaraan Ketika Bangga Mengenakan Kebaya Korea?--
PADA era globalisasi yang serba terbuka ini, budaya asing seringkali menjadi tantangan tersendiri bagi pelestarian budaya lokal di suatu negara. Fenomena ini menjadi semakin nyata ketika kita menyaksikan bagaimana banyak masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, yang terobsesi dengan budaya populer Korea Selatan, termasuk dalam hal berpakaian. Kebaya Korea, yang merupakan adaptasi dari hanbok tradisional Korea, menjadi tren tersendiri di kalangan anak muda Indonesia. Namun, di sisi lain, hal ini memunculkan pertanyaan mengenai sisi kewarganegaraan dan rasa bangga terhadap identitas nasional.
Kewarganegaraan merupakan suatu konsep yang merefleksikan rasa memiliki dan kesetiaan seseorang terhadap negara tempat ia dilahirkan atau menjadi warga negara. Dalam konteks ini, kewarganegaraan tidak hanya berbicara mengenai status legal sebagai warga negara, tetapi juga mencakup sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa cinta tanah air serta keinginan untuk melestarikan dan memperkaya budaya bangsa. Oleh karena itu, ketika seseorang dengan bangga mengenakan pakaian budaya asing, seperti kebaya Korea, muncul pertanyaan apakah hal tersebut selaras dengan prinsip kewarganegaraan dan rasa cinta terhadap tanah air.
Dalam menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu meninjau lebih jauh mengenai makna dan nilai yang terkandung dalam kebaya Korea itu sendiri. Kebaya Korea merupakan pakaian yang terinspirasi dari hanbok tradisional Korea, yang pada dasarnya memiliki filosofi dan nilai-nilai budaya yang melekat di dalamnya. Namun, ketika pakaian tersebut diadaptasi dan dikenakan di Indonesia, muncul pertanyaan apakah makna dan nilai-nilai budaya tersebut masih terjaga atau justru telah tereduksi menjadi sekadar tren fashion semata.
Jika kita melihat lebih jauh, fenomena kebaya Korea di Indonesia sebenarnya memiliki dua sisi yang perlu dipertimbangkan. Di satu sisi, kita dapat melihatnya sebagai bentuk apresiasi terhadap budaya asing dan keterbukaan dalam menerima keragaman budaya global. Hal ini sejalan dengan semangat multikulturalisme dan toleransi yang seharusnya dimiliki oleh setiap warga negara di era modern ini. Namun, di sisi lain, kita juga perlu mempertanyakan apakah rasa bangga mengenakan kebaya Korea tidak justru mengesampingkan kekayaan budaya lokal Indonesia yang begitu beragam dan bernilai adiluhung.
Sebagai negara yang kaya akan budaya dan warisan leluhur, Indonesia memiliki begitu banyak pakaian tradisional yang tidak kalah indah dan bermakna dibandingkan dengan kebaya Korea. Mulai dari kebaya Jawa, baju kurung Melayu, hingga kain tenun ikat dari berbagai daerah di Nusantara, semuanya merupakan representasi autentik dari keragaman budaya Indonesia yang pantas untuk dibanggakan dan dilestarikan. Jika kita terlalu larut dalam mengagumi dan mengenakan pakaian budaya asing, bukan tidak mungkin identitas dan jati diri bangsa kita lambat laun akan terkikis.
Namun, di sisi lain, kita juga tidak dapat mengabaikan realitas bahwa globalisasi telah membawa dampak pada pergeseran nilai-nilai budaya dan gaya hidup masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Fenomena kebaya Korea di Indonesia dapat dipandang sebagai bentuk adaptasi budaya dalam menghadapi perubahan zaman. Selama ada upaya untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya lokal, serta tidak menghilangkan rasa cinta tanah air, maka mengenakan pakaian budaya asing seperti kebaya Korea dapat dianggap sebagai bentuk keterbukaan dan toleransi terhadap keragaman budaya global.
Dalam konteks ini, peran pemerintah dan lembaga pendidikan menjadi sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai kewarganegaraan dan rasa cinta tanah air sejak dini. Melalui kurikulum pendidikan yang tepat, generasi muda dapat diajarkan untuk menghargai dan membanggakan budaya lokal Indonesia, sekaligus menjadi warga negara yang terbuka dan toleran terhadap keragaman budaya global. Dengan demikian, mereka dapat menjadi agen perubahan yang mampu menyeimbangkan antara pelestarian identitas nasional dan keterbukaan terhadap budaya asing.
Pada akhirnya, sisi kewarganegaraan ketika bangga mengenakan kebaya Korea terletak pada kemampuan kita untuk menjaga keseimbangan antara apresiasi terhadap budaya asing dan pelestarian budaya lokal Indonesia. Dengan tetap membanggakan dan melestarikan warisan budaya Nusantara, kita dapat menjadi warga negara yang terbuka dan toleran terhadap keragaman budaya global, tanpa mengorbankan identitas dan jati diri bangsa. Hanya dengan cara demikianlah kita dapat menjadi warga negara yang sejati, yang mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kewarganegaraan sekaligus menjadi bagian dari masyarakat global yang dinamis dan beragam.
Penulis: Rezqa Amaliza
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: