Mengungkap Rahasia Mbah Moen dalam Mendidik Gus Baha Hingga Menjadi Ulama Hebat

Mengungkap Rahasia Mbah Moen dalam  Mendidik Gus Baha Hingga Menjadi Ulama Hebat

Mengungkap Rahasia Mbah Moen dalam Mendidik Gus Baha Hingga Menjadi Ulama Hebat--

RADARUTARA.ID - KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau biasa disapa Gus Baha mengungkapkan metode belajarnya ketika proses menuntut ilmu di pondok pesantren yang diasuh oleh Mbah Moen di Sarang, Jawa Tengah ketika dulu. 

Menurut Gus Baha, salah satu metode yang digunakan sang guru yakni santri membaca dan guru menyimak. Model itu dilakukan oleh sang kiai sampai meninggal dunia.

“Dulu ketika belajar kitab Shohih Muslim, saya yang membaca sendiri dan disimak. Biasanya saya sorogan dan baca kitab di depan Mbah Moen. Jadinya saya percaya diri saja baca kitab di sini. Di depan Mbah Moen saja saya berani,” ucap Gus Baha.

 BACA JUGA:5 Tempat Misterius dalam Al-Qur’an yang Menyimpan Rahasia Ilahi Hingga Disembunyikan Oleh Allah SWT

Gus Baha juga mengungkapkan, cara lain yang digunakan oleh Mbah Moen yakni meminta para santrinya menulis teks khutbah Jumat dan membacanya dengan waktu yang relatif singkat.

“Dulu jika Mbah Moen ingin menguji santrinya, kami diminta membuat teks khutbah. Kalau satu jam sebelum khutbah sudah siap, itu artinya sudah hebat,” ujarnya.

Disebutkan pula oleh Gus Baha, metode yang digunakan oleh Mbah Moen cocok dengan pesan pendiri Nahdlatul Ulama KH M Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul Alim wal Muta’allim. Pada kitab tersebut, Kiai Hasyim meminta santrinya untuk mentashih bacaannya kepada sang guru sebelum menghafal.

“Di kitab Adabul Alim wal Muta’allim ada pesan dari Mbah Hasyim mengenai pentingnya menjaga kualitas ilmu. Pesannya yakni melakukan kroscek bacaan di depan gurunya,” kata Gus Baha.

 BACA JUGA:Pesan Mbah Moen untuk Laki-laki yang Sedang Mencari Istri, Wajib Tahu 3 Tips Ini!

Menurut Gus Baha, Pesan dari Kiai Hasyim tersebut sangatlah penting. Karena berdasarkan pengalaman pribadinya ketika mengajar di Sarang, Gus Baha menemukan ada bacaan kitab santri yang keliru. Apabila tidak dibenarkan maka akan berakibat fatal.  

“Ketika mengajar di madrasah punya Mbah Moen, saya pernah mendengar bacaan kitab Arbain Nawawi santri yang membaca handuk atau anduk. Saya langsung kaget, ternyata maksudnya endok atau telur. Ada yang kasih arti bom, padahal bumi arti aslinya,” ungkap Gus Baha.

Karena mengikuti metode dari Mbah Moen dan pesan Kiai Hasyim mengenai tidak boleh menyakinkan bacaan sendiri sebelum ditashih gurunya. Maka Gus Baha hingga sekarang ini masih menerima sorogan santri.

“Saya sangat memohon sekali, kualitas ilmu wajib dijaga. Saya masih menerima sorogan sampai sekarang ini. Jangan sampai ada yang membaca umaryoto, padahal aslinya imriti,” tegasnya.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: