Pengawasan Ditangan Bupati/Walikota, Gubernur Diminta Tekan PMKS

Pengawasan Ditangan Bupati/Walikota, Gubernur Diminta Tekan PMKS

Stock CPO Melimpah, Ekspor Tersendat BENGKULU RU.ID - Bupati/Walikota di Provinsi Bengkulu yang wilayahnya terdapat Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) diminta melakukan supervisi dan pengawasan terhadap penerapan kesepakatan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Disisi lain Gubernur dapat menekan PMKS agar dapat membeli TBS sesuai dengan harga yang ditetapkan. Gubernur Bengkulu, Dr. H. Rohidin Mersyah menyampaikan, karena ketetapan harga TBS merupakan kesepakatan bersama, pihaknya berharap agar PMKS dapat mematuhi. \"Karena kita meyakini harga yang ditetapkan itu tidak dalam posisi merugikan PMKS. Kemudian saya minta Bupati/Walikota yang memiliki kewenangan pengawasan dan penindakan turun ke lapangan,\" ungkap Rohidin. Bila perlu, lanjut Rohidin, pengawasan dilakukan lebih intens lagi. Apalagi saat ini sudah ada surat Menteri Pertanian (Mentan) RI No 101/KB.020/M/5/2022. Dimana surat tersebut memperkuat Bupati/Walikota untuk melakukan supervisi dan pengawasan terhadap harga TBS kelapa sawit yang merupakan hasil kesepakatan. \"Dengan demikian kita menilai untuk pengawasan cukup dilakukan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan wilayahnya masing-masing. Sehingga nantinya tidak ada lagi PMKS yang tidak menerapkan hasil kesepakatan terkait harga TBS. Apalagi kesepakatan harga tersebut juga melibatkan Tim Terpadu (Timdu),\" kata Rohidin, Senin (30/5). Sementara itu, Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Fitri, SE meminta agar Pemprov dapat menekan PMKS di Provinsi Bengkulu agar dapat merealisasikan ketetapan harga TBS. \"Pada posisi sekarang, tidak satupun PMKS di Provinsi Bengkulu yang merealisasikan pembelian TBS sesau dengan harga yang ditetapkan. Mendekati ketetapan itu saja belum,\" tegasnya. Disinggung pengawasan dan penindakan merupakan kewenangan Bupati/Walikota, Fitri menilai Pemprov harus tetap bertindak, setidak-tidaknya bersinergi dengan kabupaten/kota dalam pengawasan. \"Karena sama-sama kita ketahui, yang menetapkan harga TBS itukan Pemprov. Jadi intervensi dari Pemprov tetap dibutuhkan,\" singkat Fitri. Stock CPO Melimpah, Ekspor Tersendat SEMENTARA itu, Dilema dialami hampir seluruh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di wilayah Ketrina (Ketahun, Putri Hijau, Napal Putih, Ulok Kupai, Marga Sakti Sebelat dan Pinang Raya). Sebagian PKS mengakui, pemerintah telah melakukan penetapan harga beli TBS dan berlaku untuk seluruh PKS di Provinsi Bengkulu. Namun sayangnya, harga TBS itu belum dapat diimplementasikan oleh PKS di lapangan. Ini terjadi karena ada beberapa hal prinsip yang menjadi pertimbangan perusahaan sehingga belum berani berspekulasi untuk merealisasikan harga TBS sesuai ketetapan pemerintah. Informasi yang berhasil dihimpun RU hingga Senin (30/5) kemarin. Faktor krusial ini disebabkan stock CPO di PKS yang melimpah yang dipengaruhi oleh siklus ekspor hingga harga jual CPO, belum berpihak kepada perusahaan. Atas kondisi itu, PKS khususnya di BU, belum menerapkan harga yang ditetapkan pemerintah hingga terjadi pembatasan penerimaan buah petani yang berujung terjadinya antrean panjang. Kepada RU, managemen AeP Group melalui Humasnya, Irwan mengatakan, sejak terjadi larangan dan dibukan kembali kran ekspor CPO pada 23 Mei lalu. Menyebabkan stock CPO menumpuk dan belum terjual seluruhnya. Kata Irwan, perusahaan berusaha memantau harga CPO dunia maupun dalam negeri karena sejak beberapa hari terakhir, harga CPO mengalami penurunan hingga PKS belum menjual hasil CPO-nya. \"Meskipun ada penjualan CPO dari beberapa PKS tapi skalanya sangat kecil. Hanya untuk memenuhi produsen minyak goreng dalam negeri bukan untuk memenuhi permintaan ekspor. Penjualan CPO skala kecil kepada bayer lokal seperti SDA ini, bagian dari upaya kita agar stock CPO bisa keluar. Sehingga buah dari petani masih bisa kita terima setiap sehari meskipun harus dibatasi,\" ungkapnya. Irwan mengakui, meskipun harga CPO dunia cukup tinggi namun penjualan CPO dari Indonesia, masih berpatokan pada harga tender yang melibatkan bayer atau pihak ketiga. Ini terjadi menurut Irwan, karena siklus ekspor CPO selama ini khususnya AeP, tidak serta merta langsung ekspor sesuai keinginan perusahaan. Tapi, harus satu pintu berdasarkan harga tender yang diatur oleh bayer. \"Kita tidak bisa langsung ekspor. Harus menggunakan pihak ketiga dan mengacu pada harga tender. Beberapa hari ini, harga tender yang ditawarkan sangat rendah. Tidak sesuai dengan kapasitas serta harga CPO yang kita hasilkan. Sehingga kita masih was-was untuk melepas CPO yang kita hasilkan,\" imbuhnya. Disinggung sampai kapan kondisi ini, Irwan belum dapat memastikan. Kata dia, perusahaan berharap dan berusaha agar keadaan ini segera normal sesuai dengan yang diharapkan oleh seluruh pihak. Beberapa upaya perusahaan dengan meminta peran seluruh pihak seperti Gapki hingga dinas terkait di kabupaten maupun provinsi. Melalui peran seluruh pihak, Irwan berharap, ada penetapan harga minimal dua kali dalam kurun waktu satu bulan dan ada pertemuan rutin bersama seluruh pihak terkait, supaya semua pihak mengetahui persis kondisi penjualan yang sebenarnya. \"Kebetulan sudah ada tim investigasi yang diturunkan dari pusat. Mudah-mudahan produsen di Indonesia dapat bergerak sehingga semuanya bisa kembali normal. Kita harapkan bulan depan, harga tender CPO untuk ekspor bisa normal. Tapi ya itu, kita masih terhambat di harga kontrak sehingga kita masih ragu untuk mengambil kontrak. Karena harga ini adalah harga tender, kita berharap pemerintah pusat bisa memberi ketetapan harga ke penjualan CPO. Supaya bayer atau pihak ketiga, tidak ragu untuk mengeskpor atau memasarkan CPO yang sudah dibeli dari perusahaan,\" pinta Irwan. Hal senada diungkapkan oleh Mil Manager PKS PT BAS, Sukirman. Dikatakan, ketetapan harga beli TBS belum dapat dilaksanakan karena perusahaan masih melengkapi administrasi ekspor. Ketika kelengkapan ini rampung, tidak menutup kemungkinan, produk CPO bisa dikeluarkan dan beban tangki CPO di PKS bisa berkurang sehingga berdampak positif terhadap siklus penerimaan buah petani dan mempengaruhi harga beli TBS. \"Ketika proses ekspor sudah berjalan, output positifnya berdampak pada harga TBS seperti yang ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya,\" tandasnya. Menanggapi hal tersebut, anggota DPRD BU, Ir Rizal Sitorus, mendesak pemerintah daerah agar melakukan pembentukan tim pengawas harga TBS. Nantinya, kata Rizal, tim segera diturunkan ke lapangan untuk berkoordinasi ke seluruh PKS khususnya di BU. Melalui peran tim pengawas itu, menurut Rizal, pemerintah akan mengetahui kendala perusahaan sehingga belum dapat melaksanakan ketetapan harga TBS yang sudah disepakati. \"Kondisi sekarang, kesannya perusahaan bandel sekali. Tapi di satu sisi, kita belum mengetahui akar masalah yang terjadi di perusahaan. Apakah stock CPO, apakah ada faktor lainnya. Ini gunanya pemerintah membentuk dan menugaskan tim khusus untuk berkoordinasi ke PKS agar tahu fakta di perusahaan,\" tegas Rizal. Ditambahkan Rizal, pihaknya tidak menutup kemungkinan, memanggil pihak terkait seperti Dinas Perkebunan dan Dinas Perdagangan BU untuk mengevaluasi peran pemerintah daerah dalam mengawal harga beli TBS ditingkat PKS. \"Bisa dengan cara Sidak ke PKS dan bisa dengan cara hearing, mengundang dinas terkait. Cara-cara ini akan kita tempuh untuk mengevaluasi peran pemerintah dalam menyikapi kendala yang memicu harga beli TBS,\" demikian wakil rakyat yang tergabung di dalam Komisi II DPRD BU. CPO Tak Laku, Cueki Ketetapan Harga DI MUKOMUKO, seluruh pabrik pengolahan minyak mentah atau Cruide Palm Oil (CPO) sawit yang beroperasi di Kabupaten Mukomuko, masih membeli buah sawit masyarakat jauh di bawah harga yang ditetapkan pemerintah untuk periode Mei 2022 sebesar Rp 2.675 per kilogram (Kg). Manajemen perusahaan mengklaim, tidak laku dan sulitnya penjualan CPO menjadi faktor utama perusahaan belum bisa memenuhi dan menjalankan aturan pembelian buah sawit yang ditetapkan pemerintah. Jika perusahaan nekat membeli sawit masyarakat dengan harga sebesar Rp 2.675 per kilogram, perusahaan bakal rugi dan tidak menutup kemungkinan bakal menghentikan operasi. Asisten Kepala (Askep) pabrik sawit PT Karya Sawitindo Mas (KSM), Robert Indrianto, ketika dikonfirmasi, Senin (30/5) kemarin, tidak menampik harga sawit murah akibat CPO tidak laku dijual. Sulitnya penjualkan CPO, dialaminya sejak keluarnya kebijakan pemerintah pusat melarang ekspor CPO. Meski pemerintah telah mencabut kebijakan larangan ekspor CPO tapi perusahaanya belum bisa membeli sawit dengan harga yang mahal. Meski Robert menginginkan, harga sawit di Kabupaten Mukomuko membaik sehingga berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat. “Namun disisi lain, masyarakat harus pahami bahwa kami sedang kesulitan menjual CPO. Sebab PT Wilmar yang selama ini menampung CPO kami, sudah menghentikan sementara pembeliannya. Sedihnya, tangki penampung CPO di pabrik, sudah penuh. Kalau sempat CPO tidak terjual, jelas kami menghentikan operasi. Itulah sebabnya, kami hanya berani membeli sawit masyarakat dengan harga sekitar Rp 1.820 per kilogram,” beber Robert. Jika ingin harga sawit segera normal dan minimal pabrik bisa membeli buah sawit dengan harga yang sudah ditetapkan pemerintah per periodenya. Robert mengharapkan peran aktif pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat, bersama – sama membenahi regulasi ekspor CPO. Sebab informasi yang ia dapatkan, pihak eksportir CPO masih kesulitan menjual CPO ke luar negeri. Jika CPO masih sulit dibawa ke luar, pabrik juga kesulitan menjual CPO yang dihasilkan dari pengolahan sawit. “Ini yang kami harapkan. Kalau ekspor CPO lancar, kami juga lancar menjual CPO ke perusahaan pembeli CPO. Jika semuanya sudah lancar, harga sawit juga kami pastikan akan mahal,” ujarnya. Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, Apriansyah, ST, MT, ketika dikonfirmasi mengaku, akan kembali mendatangi seluruh pabrik pengolahan CPO di Kabupaten Mukomuko. Ini dilakukan untuk memastikan, permasalahan hingga pabrik CPO belum membeli buah sawit masyarakat dengan harga yang sudah ditetapkan pemerintah. Selain itu, jika benar alasanya karena tangki CPO penuh hingga mengakibatkan pabrik membeli sawit murah, pihaknya akan mengecek tangki CPO tersebut. Termasuk jika perusahaan beralasan kesulitan menjual CPO, maka ia akan melacak dimana perusahaan tersebut sulit menjual CPO yang mereka hasilkan. “Jadi alasan yang disampaikan perusahaan harus real dan nyata. Jangan sampai alasan itu hanya inisiatif perusahaan agar tidak membeli sawit masyarakat dengan harga yang sudah ditetapkan pemerintah,” tegasnya. Selain itu, pihaknya juga akan meminta seluruh dokumen perusahaan terkait ketaatannya sesuai pedoman upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL/UPL) berdasarkan PP Nomor 2 tahun 2012 tentang izin lingkungan. Tidak hanya itu saja, Apriansyah juga akan meminta dokumen ketaan perusahaan terhadap kontribusinya kepada masyarakat atau daerah berupa corporate social responsibility (CSR). “Semuanya akan kita minta. Ini juga harus dilaporkan oleh perusahaan. Jika semuanya sudah kita dapatkan, baru kita sampaikan kepada bupati. Termasuk tidak taatnya perusahaan membeli sawit masyarakat dibawah harga yang ditetapkan pemerintah,” pungkasnya. Untuk diketahui, harga sawit di Kabupaten Mukomuko yang direlease Dinas Pertanian setempat per hari Senin (30/5) kemarin diantaranya, PT Sapta sebesar Rp 1.450, PT KSM sebesar Rp 1.820, PT MMIL sebesar Rp 1.820, PT S3 sebesar Rp 1.800, PT SAP sebesar Rp 1.830, PT KAS sebesar Rp 1.800, PT DDP sebesar Rp 1.740, PT USM sebesar Rp 1.770, PT BMK sebesar Rp 1.870, dan PT GSS sebesar Rp 1.870 per kilogram. (tux/sig/rel)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: