Wilayah Tangkap Sudah Diatur, Pemprov Diminta Tegas

Wilayah Tangkap Sudah Diatur, Pemprov Diminta Tegas

KETAHUN RU - Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Andaru Pranata, SE, turut menyesalkan konflik yang melibatkan nelayan tradisional dengan nelayan kapal Trawl yang berujung timbulnya korban, belum lama ini. Politisi muda Parpol berlambang Banteng ini menilai, konflik antara nelayan tradisional dengan nelayan kapal Trawl ini sudah sering terjadi. Bahkan tidak hanya menimpa nelayan di Kabupaten BU tapi juga nelayan di Kota Bengkulu. Atas insiden tersebut, Andaru meminta Pemprov selaku pemegang otoritas, bisa berperan aktif meminimalisir konflik antara nelayan tradisional dengan kapal trawl. Andaru menegaskan, wilayah tangkap antara nelayan tradisional dengan nelayan kapal Trawl sudah diatur oleh kementerian. Bahkan lanjut Andaru, larangan terhadap penggunaan alat trawl atau kerap disebut dengan pukat harimau, sudah diatur dalam peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat tangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan RI. Jelas, melalui aturan tersebut, kata dia, pemerintah ingin mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan yang bertanggungjawab, optimal dan berkelanjutan serta mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan. \"Masalah ini sudah berulang, klimaksnya kemarin, hingga terjadi pertikaian dan korban antara nelayan tradisional kita di Kabupaten BU dengan nelayan kapal trawl. Saya berharap Pemprov hadir dan serius dalam menangani konflik ini dengan melaksanakan fungsinya sebagai pemegang otoritas seperti yang sudah diatur pada UU 23/Th 2014 tentang Otonomi daerah bahwa wewenang laut dari jarak 0-12 mill adalah wewenang Pemprov. Dengan harapan, peristiwa serupa tidak terulang dan terjadi kepada nelayan di wilayah lainnya,\" desaknya. Politisi muda dapil Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah (Benteng) ini menilai, kehadiran alat tangkap ikan berupa trawl tidak hanya kerap merugikan nelayan tradisional tapi juga dapat merusak ekosistem biota laut. Pasalnya, ketika alat tangkap trawl itu bekerja, seluruh benda dalam laut akan terangkut. \"Tidak hanya nelayan tradisional yang dirugikan tapi sistem kerja kapal trawl ini juga merusak ekosistem laut. Ke depan harus ada langkah konkret, saya lihat sampai hari ini, belum ada langkah tegas dan kontinue yang dapat dilakukan oleh Pemprov melalui perannya dalam mengatasi konflik nelayan tradisional dengan nelayan kapal trawl ini. Selain itu tindakan preventif, sosialisasi dan upaya komunikasi intensif ke Kementerian KKP dan pihak otoritas terkait lainnya juga harus segera dilakukan. Dan yang paling penting pihak terkait juga harus komit dalam melaksanakan peran pengawasan serta penindakan terhadap setiap pelanggaran yang terjadi. Selebihnya, perhatian dan dan pembinaan kepada nelayan tradisional harus tetap dimaksimalkan supaya ekonomi mereka tetap terjamin,\" demikian Andaru.(sig)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: