Alur Refocusing dan Realokasi APBD 2020 Sesuai Aturan
ARGA MAKMUR RU - Pandemi Virus Covid-19 yang tengah melanda dunia, salah satunya Indonesia yang di dalamnya terdapat Kabupaten Bengkulu Utara (BU), perlu dilakukan langkah-langkah cepat, tepat, fokus, terpadu dan sinergi antar seluruh unsur guna pencegahan penyebaran dan percepatan penanganan Covid-19 di daerah. Langkah-langkah yang dilakukan Pemda BU itu, sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemerintah Daerah. Instruksi tersebut dikeluarkan dengan memperhatikan Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dan Peraturan Mendagri No 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemerintah Daerah. Bupati BU, Ir H Mian, saat dikonfirmasi Radar Utara memastikan, kalau kabupaten ini, tunduk dan patuh pada regulasi-regulasi yang berlaku. Langkah ini, kata dia, sebagai bagian dari semangat penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang berkepastian hukum. Kerja-kerja refocusing dan realokasi kegiatan anggaran di APBD 2020, selain fokus dalam upaya pencegahan dan penanganan Covidi-19, juga memperhatikan situasi penting lainnya, seperti kemungkinan-kemungkinan adanya bencana alam seperti yang baru saja terjadi di Desa Lebong Tandai Kecamatan Napal Putih, turut menjadi bagian dari konsen pemerintahan daerah. \"Karena daerah mengupayakan, agar seluruh aspek pelayanan dan pembangunan di daerah, bisa tetap berjalan. Namun dengan tetap mengedepankan semangat kerja yang berkepastian hukum,\" tegasnya, kemarin. Sekda BU, Dr Haryadi, MM,M.Si, dalam rapat kerja dalam tataran penyelenggaraan pemerintahan daerah beberapa waktu lalu, turut menegaskan, kerja refocusing dan realokasi anggaran itu, merujuk pada titah Instruksi Mendagri yang menuntut daerah untuk bergerak cepat dengan melakukan penyesuaian anggaran, mulai dari tahap I kepada seluruh SKPD lingkup pemda, tak terkecuali mengenai pembiayaan daerah. Pola penjadwalan ulang capaian program dan kegiatan dalam refocusing dan realokasi anggaran Tahap I, dilakukan dengan rasionalisasi anggaran perjalanan dinas, penyelenggaraan kegiatan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimtek workshop atau kegiatan sejenis lainnya yang secara perhitungan mendasar 3 bulan mendatang (Maret, April, dan Mei,red) tidak akan bisa dilakukan. \"Daerah sangat konsen dan melaksanakannya dengan prinsip kehati-hatian. Seturut dengan penegasan pemerintah pusat,\" tegasnya. Pantauan Radar Utara, instrumen kerja yang mengacu pada data yang diambil dari Rencana Anggaran Kas (RAK) masing-masing SKPD, mendapati hasil refocusing dan realokasi anggaran Tahap I senilai Rp 16,27 milyar yang terdiri dari rasionalisasi anggaran seluruh SKPD sebesar Rp 14,27 milyar dan ditambah pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 2 milyar yang kemudian anggaran ini dimasukkan dalam Belanja Tidak terduga (BTT). Sehingga plafon anggaran BTT dari sebelumnya hanya sebesar Rp 2 milyar menjadi Rp 18,27 milyar. Sesuai arahan dalam Instruksi Mendagri tersebut, plafon dibagi dalam 3 prioritas penggunaan yaitu: penanganan kesehatan (Rp 9,5 milyar); penanganan dampak ekonomi (Rp 3,27 milyar) serta penyediaan social safety net/jaring pengaman sosial atau JPS (Rp 5,5 milyar dan secara resmi telah dilaporkan ke Mendagri tepat waktu sesuai limit waktu yang diberikan. Hal ini pun tak dibantah oleh anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Bengkulu Utara. Plh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) BU, Masrup, S.STPi, MM mengatakan, belum tuntas pelaksanaan atas hasil refocusing dan realokasi anggaran Tahap I, diawali dengan pelaksanaan-pelaksanaan video conference (Vidcon) yang sangat intensif dengan pihak Kementerian/Lembaga di pemerintah pusat, diinformasikan sekaligus diminta Pemerintah Daerah melakukan persiapan dan antisipasi akan terjadinya penurunan kapasitas keuangan daerah dengan melakukan penghitungan ulang pendapatan daerah, untuk kemudian melakukan penyesuaian di sisi belanja daerah secara radikal. Situasi ini, kata Masrup, merupakan implikasi goncangan hebat perekonomian nasional maupun dampak penurunan ekonomi di daerah, akibat dampak Covid-19. Beberapa hari kemudian, lanjut dia, terbitlah Keputusan Bersama Mendagri dan Menteri Keuangan No 119/2813/SJ, No 177/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 Dalam Rangka Penanganan Covid-19 serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional dan Peraturan Menteri Keuangan No 35/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020, Dalam Rangka Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional. \"Untuk diketahui, sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD); Pendapatan Transfer; serta Lain-lain Pendapatan yang Sah. Dari ketiga sumber Pendapatan Daerah tersebut, Pendapatan transfer dari pemerintah pusat memegang peranan penting. Dimana selama ini menopang lebih kurang 87% dari pendapatan daerah yang ada, sehingga jika pendapatan transfer ini terjadi pengurangan akan sangat berpengaruh signifikan terhadap keuangan daerah,\" jelasnya. Dan kondisi dimaksud itu pun benar-benar terjadi. Setelah dipelajari lebih lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan No 35/PMK.07/2020, diketahui bahwa Pendapatan Transfer dari pemerintah pusat baik Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik, Dana Insentif Daerah (DID) serta Dana Desa berkurang sebesar 82,67 Milyar. Dari pengurangan tersebut, lanjut dia, terbesar terjadi untuk transfer DAU sebesar Rp 66,7 milyar. Dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD), setelah dilakukan analisa mendalam oleh pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), diasumsikan juga akan terjadi penurunan setidaknya Rp 4,46 Milyar dari target PAD Tahun 2020. Praktis, asumsi total Pendapatan Daerah akan mengalami pengurangan sebesar Rp 87,13 milyar. Atas pengurangan pendapatan daerah itu, praktis harus disesuaikan dan diseimbangkan (balancing) di sisi belanja daerah. Namun sebelum upaya melakukan penyesuaian belanja tersebut, pemerintah daerah dituntut dan diperintahkan untuk melakukan optimalisasi/penambahan anggaran untuk pencegahan penyebaran dan percepatan penanganan Covid-19, khususnya melalui Belanja Tidak Terduga (BTT) dengan plafon anggaran tambahan sebesar Rp 6 Milyar dan antisipasi bencana daerah yang sifatnya normal (banjir, tanah longsor, dll) sebesar Rp 2 miliar. Sehingga optimalisasi/penambahan lanjutan untuk BTT sebesar Rp 8 Milyar. Selanjutnya, sebelum secara teknis dilakukan penyesuaian APBD terutama pagu masing-masing SKPD, terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan utama dan harus dihitung secara hati-hati, antara lain : kegiatan yang bersifat earmarked (DAK Fisik, DAK Non Fisik, Dana Kelurahan, DID, BLUD, BOS, Kapitasi FKTP, Non Kapitasi FKTP, termasuk ADD dan Dana Desa); anggaran belanja yang sudah disalurkan dan dipertanggungjawabkan masing-masing SKPD; termasuk hitungan besaran pekerjaan yang sudah dilakukan kontrak/SPK di masing-masing SKPD. Setelah angka-angka tersebut selesai dihitung, baru dilakukan pembagian pagu masing-masing SKPD. \"Pembagian pagu ini dilakukan dengan membagi 2 (dua) kelompok, yaitu : kebutuhan dasar dan kebutuhan penting masing-masing SKPD. Kebutuhan dasar SKPD terdiri dari pembayaran belanja air, belanja listrik, belanja telekomunikasi/internet, belanja tenaga kontrak/honorer, pemeliharaan kendaraan dinas, serta minuman rutin kantor) sampai dengan bulan Desember 2020. data dimaksud telah disampaikan oleh masing-masing kepala SKPD. Sedangkan kebutuhan penting adalah kebutuhan yang sifatnya sangat urgent untuk dilaksanakan. Selanjutnya atas pembagian pagu masing-masing SKPD, pihak pemerintah daerah melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) memberikan kesempatan kepada masing-masing Kepala SKPD untuk mengatur sendiri rincian pagu per kegiatan termasuk belanjanya,\" bebernya, terkait mekanisme penyesuaian APBD itu. Dia juga menambahkan, terlepas dari uraian pola penyesuaian APBD yang dilakukan oleh seluruh SKPD, dalam amanah SKB 2 Menteri maupun PMK 35 itu, pemerintah daerah diwajibkan melaporkan hasil penyesuaian APBD kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri selambat-lambatnya 2 minggu sejak peraturan tersebut dikeluarkan. Hal ini yang akhirnya Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara belum bisa menyampaikan laporan tersebut dan pihak Kementerian Keuangan melakukan penundaan transfer DAU untuk bulan Mei sebesar 35%. Namun kondisi ini juga dialami oleh seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu. \"Saat ini kami sedang memproses laporan hasil penyesuaian APBD, harapannya segera dapat diverifikasi dan lolos oleh tim Kementerian Keuangan sehingga penundaan salur DAU segera dapat dicabut dan kita fokus melaksanakan pembangunan daerah, khususnya optimalisasi upaya Pencegahan Penyebaran dan Percepatan penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara,\" pungkasnya. (rls)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: