Dana SPP, Perlu Pendampingan Serius
ARGA MAKMUR RU - Pendampingan serius, tampaknya perlu dilakukan terhadap perguliran dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP) di Bengkulu Utara yang tahun di tahun 2018 saja, sudah mencapai Rp 22 miliar, namun tanpa sistem pengawasan maksimal. Padahal, anggaran itu, sangat strategis dalam menopang geliat ekonomi di masyarakat, jika dibarengi dengan skema pengawasan yang tepat. Pascaberakhirnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) 2015, hingga saat ini belum ada regulasi khusus yang dibuat sekadar untuk penyelamatan anggaran perguliran yang rentan disalahgunakan itu. Catatan Radar Utara, program \'warisan\' Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu, sempat menjadi ikon dalam menggebrak perekonomian masyarakat dengan skema pemberdayaan. Menyikapi sorotan publik, keberadaan UPK yang tak sehat bahkan tak jelas pengelolanya lagi, kredit macet hingga anggaran perguliran Simpan Pinjam Perempuan (SPP), persoalan ini sempat menjadi cermatan. Maklum, hingga kini belum ada satu pun regulasi pemerintah daerah yang mencerminkan penyelamatan uang negara itu. Berakhirnya PNPM di tahun 2014, penyelenggaraan program-program pnpn, praktis hanya dimotori UPK. Perangkat terintegrasi, yang sebelumnya menempel di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), hingga kini tak lagi berfungsi. Persoalan intinya adalah ketiadaan anggaran. Kesan dana perguliran yang idealnya sudah berkembangan dari Rp 22 miliar itu pun, semakin liar. Bisa dibilang tak ada pengawasan hingga terkesan ada pembiaran. Kajari Bengkulu Utara (BU), Elwin Agustian Khahar, SH, MH melalui Kasi Datun, Junita, SH, MH, saat dibincangi Radar Utara mengatakan secara umum pihaknya, siap melaksanakan pendampingan. Apalagi, lanjut dia, pihaknya sendiri sempat diundang terkait persoalan perguliran dana SPP yang sempat di angka Rp 22 miliar itu. \"Cuma perlu ada permohonan ajuan dari satker terkait dulu, baru kemudian bisa ditindaklanjuti. Agar proses pergulirannya, bisa mendapatkan pengawasan,\" kata Junita, belum lama ini. Kepala DPMD BU, Ir Budi Sampurno, tak menyangkal potensi liarnya dana perguliran SPP, yang sempat ditangkap datanya bertengger di angka Rp 22 miliar, ketika menjadi bahasan bersama lintas sektor di awal 2018. Upaya daerah, kata Budi, sudah dilakukan. Salah satunya, kata dia, untuk menjuluk surat dari kementerian terkait yang nantinya akan digunakan sebagai dasar sikap daerah. Namun begitu, melihat kondisi minimnya sistem pengawasan atas perguliran dana SPP itu, Budi sendiri mengamini pihaknya bakal berkoordinasi dengan kejaksaan, untuk mendapatkan pendampingan. Kami akan berkoordinasi dengan kejaksaan. Karena dulu juga pernah diundang untuk membahas persoalan ini. Tinggal lagi teknisnya saja. Dalam waktu dekat, kami akan menyampaikan permohonan pendampingan dimaksud,\" ungkap Budi. Anggota DPRD BU, Tommy Sitompul, SE, saat dibincangi persoalan ini menilai perlunya langkah-langkah progresif dari daerah atas dana perguliran yang rawan lenyap, karena minim pengawasan hingga dasar operasional dari daerah tersebut. \"Perlu ada terobosan berbentuk regulasi. Setidaknya dana pendampingan. Agar perangkat di daerah bisa berjalan. Karena pengawasan di setiap UPK yang tersebut di kecamatan, tentunya memiliki rentang kendali yang beragam dan tersebar di seluruh kecamatan,\" kata Tommy yang juga Ketua Bapemeprda DPRD BU tersebut. Menyikapi kondisi minimnya pengawasan daerah yang mengkhawatirkan, perguliran dana Rp 22 miliar itu yang bisa bernasib seperti program bantuan desa (bandes), BRDP hingga mayoritas UPKD yang banyak macet bahkan mati, Tommy mengaku akan membawa persoalan ini untuk bisa menjadi konsen lembaga dewan. \"Penguatan regulasi saya kira tidak melanggar hukum. Jangan sampai menimbulkan kesan adanya pembiaran atas hilangnya dana pemberdayaan yang notabene bersumber dari uang negara,\" pungkasnya. (bep)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: