Dugaan Gratifikasi, Mian Dilapor ke KPK

Dugaan Gratifikasi, Mian Dilapor ke KPK

  • Kuasa Hukum Benarkan Pertemuan di Kota Medan
ARGA MAKMUR RU - Gagalnya mediasi pertama antara pengusaha kontraktor (PT Fernanda Tri Karya selaku Penggugat atas nama Hadi Suyono,red) dengan Pemda Bengkulu Utara atas gugatan perdata, terkait proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) TA 2017 senilai Rp 4,9 miliar, terus menjadi \"gesekan panas\" antar kedua belah pihak. Sesuai dengan lansiran Radar Utara edisi 16 Desember 2019, dugaan gratifikasi yang menyeret nama Bupati Mian pun resmi dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menariknya, kuasa hukum Pemda BU mengakui adanya pertemuan di Kota Medan yang disebut kuasa hukum kontraktor Bendungan Sengkuang, kedatangan Bupati BU ini untuk memberikan uang Rp 500 juta kepada kliennya. Bergulirnya gugatan perdata yang memicu laporan dugaan gratifikasi usai gagalnya mediasi yang difasilitasi hakim mediator dari Pengadilan Negeri (PN) Arga Makmur, Kamis (19/12) kemarin, kembali mengungkap fakta baru. Meski kontraproduktif dengan bantahan Bupati Mian, ketika ditanyai soal pertemuannya di Hotel Grand Aston di Kota Medan dengan Penggugat pada hari Rabu tanggal 4 Desember 2019 itu. Kuasa Hukum Pemda BU, H. Kokok Sudan Sugijarto, SH, saat ditanyai awak media di halaman Kantor PN Arga Makmur, secara tidak langsung tak menyangkal adanya pertemuan yang kemudian menjadi sorotan dan berujung pada pengaduan masyarakat ke KPK atas dugaan gratifikasi itu. Menurut Sugijarto, pertemuan yang terjadi merupakan satu hal yang lumrah. Karena tidak ada larangan untuk seseorang menemui atau bertemu siapa pun. Terkait pertemuan tersebut, masih Sugijarto, merupakan upaya Penggugat mengkonfirmasi Tergugat soal sisa upah pengerjaan proyek yang notabene belum sudah dianggarkan via APBD yang belum diambil. Hanya saja, dia tak mengomentari lugas soal kabar tawaran uang setengah miliar kepada kontraktor pendatang itu. \"Jadi tidak ada masalah pertemuan itu. Karena Penggugat sendiri, masih ada upahnya yang belum diambil dan klien kita mengkonfirmasikan soal itu,\" kata advokat dari Kantor Advocate Legal Consultant & Mediator yang berdomisili di Gedung Binasari, Jalan Veteran Nomor 202, Kota Yogyakarta itu. Masuk ke materi gugatan perdata, Sugijarto mengamini belum ditemukannya kata sepakat dalam mediasi pertama itu. Alasannya, tentu Penggugat masih dalam posisinya yakni pembayaran kerugian materiil dan immaterial dengan nilai total Rp 2,4 miliar itu. Namun begitu, lanjut dia, mediasi sudah dijadwalkan kembali oleh majelis hakim untuk digelar di PN Arga Makmur pada 9 Januari tahun depan. Ditanyai soal sikap pihaknya? Sugijarto menegaskan mediasi sendiri merupakan alur yang dibenarkan oleh hukum positif, terkait dengan penyelesaian perselisihan di luar pengadilan (non litigasi,red). Hanya saja, Tergugat sendiri tak menaahan Penggugat manakala memilih penyelesaian perselisihan itu dilanjut ke proses litigasi. \"Ya semua kan pilihan. Jika tak tuntas di non litigasi, tentu akan dilanjut. Cuma, kami selaku Tergugat dalam posisi wait and see aja. Menunggu. Silakan untuk Penggugat membuktikan dalil-dalil sesuai dengan materi pokok gugatannya,\" tegasnya yang dicatat Radar Utara tertuang dalam total 10 materi gugatan dalam petitum dan dilansir pula di website Pengadilan Negeri Arga Makmur itu. Terpisah, Pengacara Penggugat, Simon Budi Satria Utara, SH, MH, menegaskan, pihaknya masih dalam posisi gugatan yang tak berubah. Dimana, lanjut dia, Tergugat dinilai perlu segera mengembalikan kerugian materiil dan immateriil kliennya (Hadi Suyono dari PT Fernada Tri Karya,red) dengan total Rp 2,4 miliar. Disodor tanya perihal bukti-bukti? Simon menegaskan memiliki bukti-bukti dan akan disampaikan kedepan persidangan, jikalau upaya non litigasi yang tengah difasilitasi pengadilan itu, tak berujung dengan kata sepakat. \"Kita akan buktikan dalil-dalilnya di hadapan majelis hakim nantinya. Cuma, alur non litigasi ini tetap harus kita hormati dan memang merupakan salah satu tahapan dalam parkara perdata,\" ungkap Simon, kemarin. Humas PN Arga Makmur, Eldi Nasali, SH, MH mengatakan, yang ditunjuk sebagai Hakim Ketua sidang perdata, Fajar Kusuma Aji, SH, MH, kepada Radar Utara tak menyangkal belum ditemukannya kata sepakat dalam mediasi pertama. Pengadilan menjadwalkan, kata dia, mediasi lanjutan akan digelar tahun depan. Tepatnya 9 Januari 2020. \"Iya masih masih diproses. Akan dilanjutkan kembali 9 Januari 2020,\" pungkas Eldi Nasali.
  • Mian Resmi Dilaporkan ke KPK
SEMENTARA ITU, DUGAAN gratifikasi terkait pengerjaan proyek DAK TA 2017 di Daerah Irigasi Air Palik, Desa Sengkuang Kecamatan Tanjung Agung Palik (TAP) senilai Rp 4,9 miliar, akhirnya menyeret Bupati Bengkulu Utara, Ir. H. Mian, sebagai terlapor di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelapor dalam hal ini Melyan Sori dari Pusat Kajian Anti Korupsi (KPK) itu, resmi membawa dugaan rasuah dengan modus pinjaman uang senilai Rp 600 juta kepada kontraktor, sebagai bentuk gratifikasi yang menjadi salah satu konsen KPK. \"Kami sudah laporkan dugaan gratifikasi itu hari ini ke KPK,\" beber Melyan Sori saat dihubungi Radar Utara, Kamis (19/12) sore. Sembari menyebut dalil dalam laporannya itu, Melyan yang ditemani rekannya Sony Taurus itu merujuk pada Pasal 12B Ayat (1), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasal itu menyebutkan \"Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Sedangkan pinjaman uang senilai Rp 600 juta yang juga menjadi salah satu pokok materi gugatan perdata dan sudah dilansir dalam website pengadilan, turut menjadi acuan pelaporan dan dinilainya merupakan salah satu dokumen negara\". \"Salah satu dari penjelasan pasal itu adalah menyoroti soal pinjaman kepada kontraktor yang diduga merupakan bentuk modus operandi saja,\" terangnya kemarin. Masih mengkaji soal gratifikasi, Melyan Sori pun menambahi dasar sikapnya yakni merujuk pada Ketentuan Pasal 12C Ayat (1) menyebutkan, Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Ayat (2) menyatakan, Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja, terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Selanjutnya, Pasal 12C Ayat (3) menyebutkan, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara. \"Saat ini tinggal menunggu tindaklanjut dari KPK saja. Semoga disikapi dengan waktu yang tak terlalu lama,\" pungkasnya.
  • Pemkab Beri Kuasa ke Advokat Luar Daerah
TERPISAH, Kabag Hukum Setkab BU, Usman Wahid Siregar, SH yang turut hadir di persidangan perdana di PN Arga Makmur, ketika dibincangi awak media soal kemelut perdata yang menyeret Pemda BU serta berujung pula dengan laporan dugaan korupsi yang menyeret nama kepala daerah menegaskan, pihaknya sudah memberikan kuasa dalam persoalan ini dengan pengacara dari Kantor Advocate Legal Consultant & Mediator yang berdomisili di Gedung Binasari, Jalan Veteran Nomor 202, Kota Yogyakarta itu. \"Kita sudah menguasakan persoalan ini, namun tetap kita ikuti proses peradilan baik ligitasi dan non ligitasi yang tengah berjalan saat ini,\" tukasnya. (red)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: