Melirik Ruang Belajar Mewah ‘Ala’ SDN 040 BU
8 Tahun, Murid Belajar di Gubuk Reot yang Nyaris Ambruk POTRET buruk dunia pendidikan di Kabupaten BU masih saja ditemukan. Tak terkecuali dengan kondisi ruang belajar murid yang berada di SDN 040 BU terletak di Desa Kuala Langi Kecamatan Ketahun. Genap delapan tahun, murid di SDN 040 BU ini, belajar dalam gedung reot yang konon katanya, gedung tersebut merupakan eks rumah dinas guru. Tak ada pilihan, belasan murid yang tergabung dalam Rombel kelas II dan III ini, harus mengikuti KBM di bawah ruangan yang kondisi atap dan dindingnya, jebol hingga nyaris ambruk. Pasalnya, satu bangunan terdiri dari tiga ruangan yang diberikan oleh pemerintah sejak awal sekolah ini dibangun. Hanya mampu menampung kegiatan KBM murid yang duduk di kelas I, IV, V, VI dan ruang guru. Tiga lokal bangunan itu, dipaksa dengan inisiatif sekolah yang harus melakukan penyekatan pada masing-masing ruangan. Bagaimana perjuangan sekolah dan murid dalam melangsungkan kegiatan KBM sehari-hari? Simak laporan berikut; SIGIT HARIYANTO - KETAHUN SEKILAS, jika kita lihat dari pinggir jalur lintas Desa Kuala Langi - Dusun Raja Kecamatan Ketahun. Keberadaan bangunan SDN 040 BU ini, tidak tampak aktivitas belajar dari siapapun yang melintas. Namun, setelah masuk ke arah jalur perkantoran Desa Kuala Langi sekitar 30 meter, mata kita akan terbelalak dengan kondisi aktivitas belajar mengajar (KBM) di SDN 040 BU yang memprihatinkan. Di tengah komitmen Pemkab BU yang berkoar, tidak ada lagi bangunan sekolah di BU yang menyerupai kandang ternak atau berlindung di gubuk reot. Sekolah ini, menjadi pemadangan dan fakta yang membungkam stetment itu. Dipastikan, setiap hari murid SDN 040 BU yang masih duduk di kelas II dan III, harus belajar di ruang atau gedung eks perumahan guru berukuran 4x6 meter. Belasan murid ini terpaksa belajar di ruangan yang kondisi atap dan dindingnya, sudah jebol hingga berlumut. Karena tiga lokal yang dimiliki sekolah ini, tidak mampu menampung 41 murid dan guru yang terdaftar di SDN 040 BU. Kepala SDN 040 BU, Madiyono, S.Pd menyatakan, beginilah kondisi sekolah yang ia pimpin. Madiyono menegaskan, suasana prihatin yang terjadi di lingkungan sekolahnya, bukan karena tidak ada kepedulian atau upaya dari sekolah untuk memperjuangkannya. Sejak tahun 2015, Madiyono menjabat sebagai Kepala SDN 040 BU ini, dirinya sudah menyampaikan kondisi yang terjadi disekolahnya kepada Pemkab BU melalui dinas terkait. Hanya saja, berulangkali pengusulan dan pengajuan yang dilakukan sekolah, belum mendapat respon positif dari pemerintah. Bahkan, upaya penjelasan, usulan tersebut belum dapat diakomodir oleh pemerintah karena jumlah murid di sekolah yang ia pimpin, tidak sesuai kriteria. Kata pihak terkait kepada Madiyono, untuk mendapatkan alokasi pembangunan gedung baru di sekolahnya. Minimal, jumlah murid dalam ruangan, mencapai angka 20 orang. Atas ketentuan itu, Madiyono tak bisa berbuat banyak dan terpaksa untuk mengawal jalannya KBM dengan kondisi seadaanya, termasuk dengan memanfaatkan eks gedung rumah dinas guru yang cukup memprihatinkan guna menampung KBM siswa/i-nya yang duduk di bangku kelas II dan III. \"Usulan kami dulu tiga lokal tapi ya itu. Katanya, minimal jumlah siswa kita per-kelas harus 20 orang sementara muridi kita yang duduk di kelas II dan III ini, harus mengikuti KBM dengan memanfaatkan bangunan eks rumah dinas guru karena ruangan kita tidak cukup. Kami masih berharap, agar pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan supaya anak didik kami, belajar di ruang yang layak,\" pintanya. Disisi lain, Ketua Komite SDN 040 BU, Sukiono mengaku prihatin dengan keadaan ruang belajar murid SDN 040 BU ini. Sukiono yang juga menjabat sebagai Sekdes di Desa Kuala Langi ini, sudah menyampaikan keadaan yang terjadi kepada pemerintah melalui Musrenbangcam. Hanya saja, usulan tersebut belum mendapat perhatian serius dari pihak terkait. Sementara untuk berbuat melalui jalur Komite, Sukiono mengaku, peran Komite di sekolah saat ini sangat terbatas semenjak adanya aturan Pungli. Sehingga langkah swadaya yang seharusnya bisa disikapi melalui peran orangtua siswa dan Komite, tidak bisa dilaksanakan. \"Komite bisa saja berperan. Namun sejak adanya aturan tentang Pungli, langkah dan peran Komite menjadi terbatas dan tidak bisa menyentuh persoalan ini. Saya selaku Komite sekaligus bagian dari aparatur desa di Kuala Langi, sudah mencoba untuk mendorong persoalan ini kepada pemerintah. Namun sampai hari ini upaya yang kami lakukan baik dari desa maupun, sekolah belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sementara jika kita paksakan persoalan ini ditangani melalui anggaran yang dimiliki oleh desa, tentu desa akan terbentur dari sisi pertangungjawaban anggaran,\" ungkapnya. Diungkapkannya lagi, satu-satunya solusi yang diharapkan saat ini hanyalah peran pemerintah daerah. \"Tidak bisa merealisasikan tiga lokal bangunan. Berikan satu lokal bangunan saja, kami sudah bersyukur. Asal anak-anak kami yang belajar di eks gedung perumahan guru ini bisa dipindahkan ke tempat yang aman,\" desaknya. (**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: