Setahun Lebih, Sawah Warga Masih Penuh Belerang

Setahun Lebih, Sawah Warga Masih Penuh Belerang

LEBONG RU - Sudah setahun lebih lahan pertanian sawah warga Desa Bukit Nibung Kecamatan Bingin Kuning tak bisa dikelola. Ini lantaran tertutup material longsor dan air belerang pasca longsor dan banjir bandang di sekitar areal cluster A PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Hulu Lais tahun 2016 lalu. \"Bagai mencencang air tak putus. Inilah kondisi sawah kami pasca kejadian longsor dan banjir bandang lalu,\" peribahasa ini diungkapkan Endang Binata, 30 tahun warga setempat. Akibat kejadian itu lanjut Endang, hingga saat ini banyak masyarakat mengalami kerugian tanam tumbuh baik sektor perikanan, persawahan, peternakan dan perkebunan. Bahkan sawah seluas 0,5 hektar miliknya yang sudah tertimbun belerang kini hampir sebagian mengering. \"Tak banyak yang diharapkan, kita minta dilakukan normalisasi sawah serta mendapatkan biaya ganti rugi gagal panen, yang kami alami selama 2 kali musim,\" pintanya. Ironisnya lagi cerita Endang, hasil garapan sawah yang ia terima selama ini sekitar 75 karung per musim, kini menyusut drastis hanya berkisar 8 karung per musim. Sebab, menurutnya tinggi material pasir dan belerang yang menggenangi sawah tersebut mencapai 0,5 – 1 Meter. Bahkan, kondisi batang dan padi yang masih tersisa di sawahnya pun sudah mulai berubah warna menjadi hitam. \"Saya musim tanam belakangan ini coba nanam lagi. Namun, anehnya saat saya sudah tanam, yang tumbuh hanya setengah dari luas lahan. Kondisi padi nya pun hampa. Padahal, perlakuan selama proses penggarapannya sama seperti yang dilakukan biasanya,\" ceritanya Sudah setahun lebih menunggu untuk membahas persoalan ganti rugi yang tak sesuai dengan hasil kesepakatan dan berita acara. Untuk memenuhi kebutuhan hidup pasca kejadian tersebut, beruntung dirinya memiliki kebun kopi. Padahal, kebutuhan keluarga tidak memungkinkan hanya mampu mengandalkan kebun kopi yang dia miliki. Apalagi sekarang dua orang anaknya yang duduk di SD dan SMP butuh biaya pendidikan. \"Sebelumnya pemerintah dan perusahaan sudah berjanji akan melakukan normalisasi lahan masyarakat yang gagal panen, namun kenyataannya seperti sekarang kami dibuat ini,\" keluhnya. Lebih jauh diungkapkan Endang, biasanya usai musim pemotong (padi), biasanya masyarakat kerap menggarap sawah miliknya tersebut untuk dimanfaatkan menjadi kolam ikan. Ini dilakukan biasanya sebelum kembali turun musim tanam berikutnya. Namun, melihat kondisi sawahnya yang telah diisi belerang tersebut. Ia lebih memilih mengumpulkan uang, yang nantinya digunakan kembali untuk menormalisasi kembali sawahnya. \"Biasanya setelah nanam padi, kami langsung membuka kolam. Tapi setelah melihat kondisi padi yang hanya sebagian yang tumbuh ini, saya lebih memilih berkebun,\" pungkasnya. (cir)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: