RADARUTARA.ID- Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia jika teman saudara atau tetangga yang sedang memiliki hajat seperti melaksanakan pernikahan atau sejenisnya, kita hadir dan memberikan yang dimasukan ke dalam amplop atau bahasa populernya disebut amplop kondangan.
Hampir di seluruh daerah di Indonesia, menjadikan amplop kondangan ini sebagai tradisi dengan tujuan untuk membina persaudaraan dan kebersamaan di tengah-tengah masyarakat.
Tapi, terkait amplop kondangan ini kita harus mengetahui status hukumnya dalam pandangan fiqih atau hukum Islam.
Ini, penting karena dari sisi fiqih hukumnya sebagai hadiah, maka si penerima tidak wajib mengembalikan jika suatu ketika di pemberi melaksanakan walimah atau tasyakuran.
BACA JUGA:Mobil Listrik Terlaris di Dunia Saat Ini Akan Mengaspal di Indonesia, Spek Dewa, Ramah di Kantong
Namun, jika statusnya sebagai hutang, maka si penerima wajib mengembalikan, minimal dengan kadar yang sama. Oleh karena, itu bagaimana hukum amplop kondangan di mata Islam? Apakah termasuk hibah atau hutang?
Dikutip dari bicangsyariah.com, para ulama berbeda pendapat tentang uang amplop kondangan saat menghadiri walimah, baik walimah nikah, khitan maupun walimah lainnya.
Beberapa ulama berpendapat, yang amplop kondangan berstatus sebagai hutang. Sementara beberapa ulama lainnya, memandang jika hal tersebut berstatus bukan hutang, tapi sebagai hadiah.
Dikatakan beberapa ulama, bahwa status uang amplop kondangan bergantung pada kebiasaan masyarakat setempat. Apa bila kebiasaan masyarakat tidak Adan tuntutan untuk mengembalikan, maka sumbangan itu berstatus sebagai hadiah atau pemberian murni.
BACA JUGA:10 Brand Mobil Terfavorit di Indonesia Saat Ini, Penjualannya Sentuh Angka Ratusan Ribu Unit
Tapi sebaliknya, apa bila kebiasaan masyarakat setempat memiliki tuntutan untuk dikembalikan dalam kesempatan walimah di lain waktu, maka sumbangan itu berstatus sebagai hutang. Sehingga pihak tuan rumah wajib m ngembalikan pada pihak pemberia disaat sang pemberi memiliki hajat atau mengadakan walimah.
Sebagaimana disebut oleh Syaikh Abu Bakar Syarah pada kitab I,'anatut Thalibin adalah berikut
وَمَا جَرَتْ بِهِ الْعَادَةُ فِيْ زَمَانِنَا مِنْ دَفْعِ النُّقُوْطِ فِي الْأَفْرَاحِ لِصَاحِبِ الْفَرْحِ فِيْ يَدِهِ أَوْ يَدِ مَأْذُوْنِهِ هَلْ يَكُوْنُ هِبَّةً أَوْ قَرْضًا؟ أَطْلَقَ الثَّانِيَ جمْعٌ وَجَرَى عَلَى الْأَوَّلِ بَعْضُهُمْ..وَجَمَّعَ بَعْضُهُمْ بَيْنَهُمَا بِحَمْلِ الْأَوَّلِ عَلَى مَا إِذَا لَمْ يُعْتَدِ الرُّجُوُعُ وَيَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْأَشْخَاصِ وَالْمِقْدَارِ وَالْبِلَادِ وَالثَّانِيْ عَلَى مَا إِذَا اِعْتِيْدَ وَحَيْثُ عُلِمَ اخْتِلَافٌ تَعَيَّنَ مَا ذُكِرَKebiasaan yang berlaku di zaman kita, yaitu memberikan semacam uang dalam sebuah perayaan, baik secara langsung kepada tuan rumahnya atau kepada wakilnya, apakah semacam itu termasuk kategori pemberian cuma-cuma atau dikategorikan sebagai utang? Mayoritas ulama memilih mengkategorikannya sebagai utang.
BACA JUGA:Berikut Ini 10 Jurusan Kuliah Paling Dibutuhkan pada Rekrutmen CPNS 2024
Di sisi lain, sejumlah ulama memilih untuk mengkategorikan amplop kondangan sebagai hibah atau pemberian murni. Sehingga di perdebatan, ini para ulama sempat mencari titik temu dan menggabungkan dua pendapat tersebut dengan kesimpulan bahwa status pemberian itu dihukumi pemberian cuma-cuma apa bila kebiasaan di daerah itu tidak menuntut untuk dikembalikan.