Konon di saat Tribuana Wijaya Tunggadewi mendengar adanya perselisihan antara Gajah Mada dengan Ra Kembar. Maka disaat itulah Tribuana memutuskan untuk memimpin sendiri pasukan perang Majapahit, ketika wilayah Sadeng dan Getah memberontak, karena ingin memisahkan diri dari kekuasaan Majapahit pada tahun 1331.
Selain itu kehebatan raja putri atau raja perempuan ini, juga mampu menaklukkan Sumatera dan Bali melalui sumpah Palapa, yaitu suatu program politik baru yang dibuat bersama Mahapatih Gajah Mada.
Di masa pemerintahan Tribuana Wijaya Tunggadewi inilah ekspansi Kerajaan Majapahit ke segala arah dimulai. Kerajaan Majapahit menjalin kerjasama dengan beberapa kerajaan di luar pulau jawa, salah satunya berhubungan dengan kerajaan Swarna Bumi yang ada di pulau Sumatera.
3. Diah Suhita
Diah Suhita atau yang dikenal pula sebagai Ratu Ayu Kencana Wungu, adalah pewaris tahta Majapahit ke-7 yang menjabat setelah perang paregreg.
Dia diangkat menjadi pemimpin saat dirinya masih muda, yakni sekitar 20 tahun. Namun meskipun tergolong cukup mudah manuvernya tak kalah dari pendahulunya yaitu Tribuana, raja putri pertama Kerajaan Majapahit.
Diah Suhita memerintah Majapahit dari 1429 hingga 1447 bersama suaminya yang bernama Ratna Pangkaja. Di era kepemimpinannya Diah Suhita menata kembali Kerajaan Majapahit setelah kekacauan, akibat terjadinya perang saudara.
Selain itu, ia juga menggencarkan perkembangan sumber daya alam dan mendirikan Bangunan pemujaan di berbagai lereng gunung sebagai punden berundak, seperti di Gunung Penanggungan, Gunung Lawu dan sebagainya.
BACA JUGA:10 Tanggal Lahir Ini Disebut Sukses Besar dalam Ramalan Eyang Semar, Apa Termasuk Tanggal Lahirmu?
4. Maharani Sima
Ratu Sima dikenal sebagai sosok yang adil dan tegas dalam memimpin sebuah kerajaan pada sekitar abad ke-7.
Ia menerapkan hukum yang keras dan tegas dalam memberantas pencurian dan kejahatan, serta untuk mendorong agar rakyatnya senantiasa jujur.
Tashi adalah istilah untuk menyebut bangsa Arab yang sering digunakan kronik Tiongkok.
Naasnya pada suatu ketika kantong yang berisi emas itu tidak sengaja tersentuh kaki Sang putra mahkota. Secara cepat kabar ini pun sampai ke telinga Ratu Sima, hingga membuat ia marah dan memerintahkan hukuman mati bagi putranya.
Meski hukuman mati itu pada akhirnya dibatalkan. Namun Ratu Sima mengatakan jari kaki putranya tetap salah, sehingga harus dipotong karena menyentuh kantong emas itu. Konon setelah mendengar kabar tentang hukuman ini, orang-orang tashi mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan yang dipimpin Ratu Maharani Sima.