RADARUTARA.ID - Bakar gunung api adalah salah satu tradisi masyarakat Provinsi Bengkulu menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri. Tradisi ini adalah warisan budaya Suku Serawai yang ada di Bengkulu dan sudah dilakukan secara turun-temurun.
Tradisi bakar gunung api adalah sebuah ritual membakar batok kelapa yang sudah disusun rapi menjulang tinggi. Susunan batok kelapa tersebut dibuat menyerupau tusuk sate yang dirangkai kayu dan dibuat tinggi menjulang.
Ritual ini memiliki tunuan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat setempat kepada Allah SWT atas semua kebaikan yang telah diberikan sampi bisa menikmati keindahan Hari Raya Idul Fitri.
BACA JUGA:5 Universitas Terbaik di Provinsi Bengkulu, UMB Nomor 2 dan UNIB di Peringkat Ini
Tak hanya itu, ritual ini juga dimaksudkan untuk pemberian doa kepada arwah keluarga yang sudab meninggal supaya merasa tenteram di akhirat.
Umumnya, tradisi bakar gunung api dilakukan tepat pada malam takbiran. Masyarakat Suku Serawai biasanya menggelar tradisi ini di halaman atau di belakang rumah mereka.
Bukan cuma sekadar membakar batok kelapa saja, tetapi masyarakat juga tak lupa melantunkan takbir dan doa-doa bersyukur ketika melakukan ritual ini. Dalam tradisi ini, semua anggota keluarga wajib mengikutinya tanpa ada terkecuali.
Berdasarkan kepercayaan Suku Serawai, kalau salah satu anggota keluarga ada yang tidak ikut serta dalam pelaksanaan bakar gunung api ini, maka hal tersebut dipercaya akan mendatangkan bala.
BACA JUGA:Rekomendasi 4 Bakso Paling Top di Bengkulu, Dagingnya Terasa Dijamin Bikin Nagih!
Maka dari itu, seluruh anggota keluarga dianjurkan untuk mengikuti tradisi ini supaya terhindar dari keburukan.
Setelah salat Isya, masyarakat setempat akan mulai membakar batok kelapa yang sudab disusun rapi seperti satai. Dirangkai dengan menggunakan kayu yang menjulang tinggi, tampilan batok kelapa ketika dibakar bisa menimbulkan kesan magis dan eksotis.
Pemandangan api yang membumbung tinggi juga akan terlihat di setiap rumah yang ada di kampung tersebut. Namun sayangnya, seiring berjalannya waktu, tradisi ini juga ikut semakin memudar dan hampir ditinggalkan.*