RADARUTARA.ID - Kain Lantung adalah kain yang berasal dari kulit kayu pohon. Kain ini pertama kali dibuat pada tahun 1943 silam, atau lebih tepatnya pada masa penjajahan Jepang. Kain yang juga disebut-sebut sebagai Kain Terjajah ini adalah lambang perjuangan rakyat terhadap para penjajah.
Saat Jepang menduduki wilayah Bengkulu, keadaan rakyat sangatlah berat, mulai dari Ekonomi yang terpuruk, kebebasan terkekang, hingga tekanan besar dari tentara Nippon. Bahkan masyarakat Bengkulu bahkan tak sanggup untuk membeli kain drill untuk pakaian.
Dengan kondisi tersebut, masyarakat Bengkulu akhirnya mencari cara untuk tetap bisa menutup dan melindungi tubuh mereka.
Sampai akhirnya ditemukan satu cara cerdas yakni dengan membuat pakaian bebahan dasar kulit pohon. Bahan ini dianggap gampang untuk didapatkan di Bengkulu lantaran mempunyai wilayah hutan yang sangat luas.
BACA JUGA:Anti Sombong, Meski Tanpa Diplaster, Desain Rumah Batako Sederhana Ini Tetap Menarik
Pohon yang digunakan untuk membuat Kain Lantung, ada pohon karet, ibuh, terap, dan kedui. Pohon yang dipilih adalah pohon yang mempunyai getah supaya tidak gampang rusak.
Agar memperoleh kulit kayu yang berkualitas, pohon tersebut yang ditebang wajib berusia 10 tahun. Umumnya, satu pohon bisa menghasilkan 2 sampai 3 lembar Kain Lantung.
Pohon yang sudah dipilih lalu ditebang, dipotong-potong, kemudian kulit bagian luarnya dikupas. Bagian yang digunakan untuk membuat Kain Lantung yaitu kulit bagian tengah yang lebih halus. Supaya kulit pohon tersebut layak untuk dijadikan pakaian, maka wajib dilakukan proses pelunakan terlebih dahulu.
Proses awalnya kulit kayu tersebut dipukul-pukul menggunakan alat yang disebut dengan perikai. Alat ini berasal dari tanduk kerbau atau kayu keras.
BACA JUGA:Tak Disangka, 9 Jurusan ini Lulusannya Paling Banyak Menganggur Loh!
Proses ini dilakukan secara berulang-ulang sampai kulit kayu tersebut menjadi lebar, tipis, rata, dan lembut. Kemudian, kulit tersebut diangin-anginkan selama dua minggu sampai menghasilkan Kain Lantung yang siap dijadikan sebagai pakaian.
Kain Lantung bisa dibentuk menjadi baju atau celana sesuai dengan keinginan. Untuk menyambung di setiap bagiannya, biasanya memerlukan getah atau benang. Pakaian yang asalnya dari Kain Lantung ini tidak mempunyai motif atau hiasan khusus.
Walaupun pakaian bagian luar menggunakan bahan Kain Lantung, namun masyarakat Bengkulu pada masa itu masih menggunakan pakaian dalam dari bahan kain drill.
Di zaman kemerdekaan, Kain Lantung tidak lagi dipakai untuk membuat pakaian. Tepai, besarnya nilai historis kain ini menjadi salah satu penyemangat bagi masyarakat Bengkulu untuk terus melestarikannya. Sekarang ini, Kain Lantung sering dijadikan bahan souvenir dari Bengkulu, diantaranya ada tas, dompet, sandal, tempat tisu, topi, dan lain sebagainya.*