BENGKULU RU.ID - Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) di Provinsi Bengkulu masih menekan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit, sehingga harga jual TBS ditingkat petani masih tetap rendah. Padahal saat ini larangan sementara ekspor Crude Palm Oil (CPO), yang sebelumnya sempat menjadi alasan PMKS membeli TBS dengan harga rendah sudah dicabut.
\"Pemerintah Daerah (Pemda) harusnya bisa mengambil sikap tegas terhadap pengusaha PMKS. Apalagi per tanggal 23 Mei 2022 lalu, larangan sementara ekspor CPO sudah dicabut, sebagaimana yang termuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI No 30 tahun 2022,\" ungkap Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu, Jonaidi, SP, MM, Rabu (25/5).
Ditambah lagi, lanjut Jonaidi, Menteri Pertanian (Mentan) RI juga menerbitkan surat No 101/KB.020/M/5/2022 dengan perihal percepatan penyerapan TBS kelapa sawit pekebun.
\"Yang juga sudah ditindaklanjuti Gubernur Bengkulu, dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Gubernur Bengkulu No 525/866/DTPHP/2022,\" kata Politisi Partai Gerindra ini.
Menurutnya, dalam mengambil sikap tegas dalam implementasi Permendag, surat Mentan RI, dan SE Gubernur tersebut, Pemda baik tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota yang wilayahnya terdapat PMKS harus bersinergi.
\"Jangan hanya mengeluarkan SE saja, tapi pengawasannya malah tidak ada. Karena saat ini petani sawit masih menjerit,\" tegas Jonaidi.
Apalagi, sambung Jonaidi, saat ini Pemprov Bengkulu sudah menetapkan harga TBS. Dimana pada tingkat pabrik TBS seharga Rp 2.815,80 per Kilogram (Kg) dengan toleransi lima persen atau seharga Rp 2.675,01 per Kg.
\"Lagi-lagi harga yang ditetapkan itu harus diawasi, apakah sudah diterapkan PMKS atau belum,\" sindirnya.
Lebih jauh dikatakannya, fakta sekarang sama sekali belum diterapkan PMKS harga TBS yang ditetapkan tersebut. Makanya Pemda harus memberikan pengawasan.
\"Ketika ada PMKS yang tidak mengindahkan ketetapan itu, harus diberikan sanksi tegas. Kalau tidak mengambil sikap, maka kedepan Pemda bakal tetap dipandang sebelah mata oleh PMKS,\" tutupnya. (tux)