ARGA MAKMUR RU - Kecil kemungkinan adanya sengketa hasil di Pilkada Bengkulu Utara (BU). Menukil dari laporan perolehan suara di setiap Tempat Pemungutan Suara (BU), selisih antar kontestan pemilihan di daerah memiliki pautan angka sangat jauh. Meski tetap menunggu pengesahan KPU, dalam Rapat Pleno Rekapitulasi.
Data sementara yang dihimpun Radar Utara mendapati angka partisipasi dimenangi paslon Incumbent, Mian-Arie. Duet fenomenal itu, menggenggam dominasi suara, minus Kecamatan Arga Makmur dan Kecamatan Air Padang. Dari total 146.656 suara sah, MARI Jilid 2 berhasil mendulang 105.294 suara atau 71,8 persen. Sedangkan Kolom Kosong mendapati 41.362 suara atau 28,2 persen atau 17 kecamatan di daerah ini, masih menjadi basis pemilih pasangan incumbent itu.
Ketua KPU Bengkulu Utara (BU), Suwarto, SH, saat dikonfirmasi menyampaikan, sampai detik kemarin, proses rekapitulasi hasil berdasarkan pleno tingkat kecamatan belum tuntas. Secara umum, kata dia, hasil Pilkada bersejarah lantaran dengan calon tunggal itu, akan nampak dari hasil pleno tingkat kecamatan atau Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
\"Karena pleno penghitungan hanya dilakukan di tingkat kecamatan, setelah dari TPS. Pleno tingkat kabupaten hingga provinsi, sifatnya rekapitulasi saja. Hari ini (Kemarin,red) masih berjalan,\" kata Suwarto kemarin.
Disinggung soal kecil kemungkinan adanya sengketa hasil di Pilkada BU, Suwarto mengelak menjawab prediksi ini. Sesuai kewenangan, kata dia, gugatan sengketa hasil, tentunya bukan menjadi ranah penyelenggara. Akan tetapi, terus dia, menjadi ranah atau pihak yang berkepentingan yang dibenarkan oleh undang-undang.
Cuma Suwarto tak menyangkal, untuk daerah ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota serta Peraturan Mahkmah Konstitusi (MK) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, sesuai dengan kondisi jumlah penduduk di daerah, salah satu syarat formilnya adalah selisih perolehan suara paling banyak 2 persen dari total suara sah.
\"Kalau soal sengketa hasil, tentu nantinya menjadi ranah MK atau stake holder terkait. Jelasnya, KPU saat ini tengah di tahapan pleno penghitungan suara tingkat kecamatan. Kami menjadwalkan, Pleno rekapitulasi tingkat kabupaten, akan digelar pada 15 Desember,\" ujar Suwarto tentang tahapan yang memiliki tenggat waktu 10 hingga 16 Desember 2020 itu, kemarin.
Turut ditegaskan Suwarto, dalam kontestasi calon tunggal tahun ini, Kolom Kosong tidak memiliki legal standing untuk menyampaikan sengketa hasil. Sesuai regulasi, hanya pemantau pemilu yang memenuhi syarat yang bisa mengajukan sengketa hasil di MK. \"Hanya pemantau pemilu. Di Bengkulu Utara, ada satu pemantau pemilu yang telah memenuhi syarat sehingga memiliki legal standing menyampaikan gugatan,\" pungkasnya.
Selisih Suara Maksimal 1,5 Persen Untuk Ajukan Gugatan
SEMENTARA itu, gugatan sengketa Pilkada serentak untuk pilgub baru bisa diajukan peserta ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika selisih suara maksimal mencapai 1,5 persen. Ini disampaikan Komisioner KPU Provinsi Bengkulu, Eko Sugianto. Menurutnya, jika tidak setuju dengan keputusan yang diambil KPU terkait penetapan hasil rekapitulasi, tetap bisa mengajukan gugatan.
\"Sesuai dengan Lampiran V Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020. Jadi tergantung dengan jumlah penduduk juga. Untuk daerah dengan jumlah penduduk diatas 2 juta orang seperti Provinsi kita, gugatan bisa diajukan ke MK jika selisih suara maksimal sebesar 1,5 persen,\" ungkap Eko.
Hanya saja, lanjut Eko, penggugat tetap bisa mengajukan gugatan lainnya ke MK. Seperti terkait proses rekapitulasi, indikasi kecurangan dan lainnya. \"Jadi tergantung dengan MK, karena kewenangan MK ini sangat luar biasa, maka bisa saja MK menerima semua gugatan. Sedangkan untuk batas waktu, maksimal 3 hari kerja setelah hasil rekapitulasi ditetapkan dan diumumkan,\" ujarnya.
Ie menjelaskan, jika melewati batas waktu tersebut, maka dianggap semua pihak setuju dan menerima dengan semua keputusan penetapan dan pengumuman hasil rekapitulasi yang dilakukan KPU. \"Jadi ada waktunya, semua proses rekapitulasi harus sudah clear semua. Lalu setelah hasil rekapitulasi ditetapkan dan diumumkan KPU, maka jika ingin menggugat punya waktu segitu,\" kata Eko.
Lebih jauh dikatakannya, kalau lewat 3 hari, dan tidak ada yang menggugat keputusan hasil rekapitulasi KPU, maka selanjutnya KPU mengajukan proses untuk segera dilakukan pelantikan. \"Namun untuk pastinya kita tunggu saja nanti ada atau tidaknya yang menggugat,\" demikian Eko. (bep/tux)
Berikut syarat selisih suara yang bisa digugat sesuai Lampiran V Peraturan MK Nomor 6/2020:
Pilkada Bupati dan Walikota
- Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk kurang dari 250 ribu jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah.
- Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk 250 ribu jiwa-500 ribu jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah.
- Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk 500 ribu jiwa- 1 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah.
- Kabupaten/Kota dengan jumlah lebih dari 1 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah.
Pilkada Gubernur
- Provinsi dengan penduduk kurang dari 2 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah.
- Provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta-6 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah.
- Provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta-12 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah.
- Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah.
Catatan: selisih suara di luar rentang perhitungan di atas, maka dipastikan MK tidak akan menerima permohonan tersebut. Hanya saja, dugaan kecurangan pemilihan, diselesaikan lewat jalur non-MK seperti Bawaslu, DKPP, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau pidana.