Dekan FE Unras : Fenomena Janda Bolong, Tidak Lama

Jumat 02-10-2020,11:40 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

ARGA MAKMUR RU - Fenomena tanaman \"Janda Bolong\" diperkirakan akan menuju puncaknya. Ini seturut dengan tingkat kejenuhan yang akan memuncak hingga produksi tanaman jenis talas-talasan itu yang juga meningkat. Hanya saja, bisnis dadakan ini masih menjanjikan. Dengan catatan, memiliki strategi pemasaran yang baik. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Ratu Samban, Popi Puspita, SE, M.Si menyampaikan tanaman janda bolong yang masih booming itu, masih menjanjikan. Karena animo publik yang tengah tinggi dan kini menuju klimak kegandrungan atas tanaman jenis talas-talasan itu. \"Kaca mata bisnis, ini jelas peluang,\" kata Popi dalam bincang audio via WhatApp kepada wartawan, kemarin. Namun begitu, Popi juga menyampaikan wanti-wantinya, agar masyarakat atau pebisnis dadakan, tak terjebak dalam fenomena ini. Karena bukan tidak mungkin, dalam setiap fenomena memunculkan spekulasi praktik bisnis nakal yang acap disebut monkey bussiness. Dalam bahasa sederhana, sebuah situasi pasar sangat mungkin terjadi, karena dipicu oleh manuver pemain besar yang memanfaatkan situasi. Sebut saja, gandrung Aglonema yang harganya pernah menyentuh miliaran rupiah. Atau yang belum lama terjadi tahun lalu \"demam akik\" yang kemudian kini tak jarang terlihat, menjadi mainan bocah-bocah. Harganya tak memaksa mata terbelalak lagi hingga menghela napas, saking heran soal harganya. \"Manajemen diri, sangat penting dalam ekonomi. Untuk itu, pebisnis dadakan, juga perlu dan penting bisa menghitung situasi yang akan terjadi. Kalkulatif sosial, juga penting. Ini sebagai upaya, menekan risiko bisnis,\" ujar Popi. Dia sendiri tak menyebut, gandrung tanaman Janda Bolong itu, akan menapaki puncaknya. Tapi yang jelas, kata dia, dari sektor manajemen bisnis, kerja-kerja promosi sangat penting untuk dilakukan. Penyebarluasan ragam tanaman, warna dan sebagainya penting dilakukan. Media massa, termasuk bisa menjadi partner. \"Karena semakin tinggi permintaan, maka akan semakin sedikit pasokan suatu barang. Begitu berlaku sebaliknya. Harga janda bolong, sangat mungkin tak moncer lagi, ketika tanaman itu sudah lazim dipandang mata. Meski begitu, menjadi penting juga, pebisnis atau masyarakat menemukan keseruan baru, yang kemudian menjadi gandrung dan manjadi obyek komersil lagi. Langkah itu sangat penting saya kira. Apalagi, kondisi ekonomi dan tingkat daya beli masyarakat yang menurun, akibat Covid-19,\" pungkasnya. (bep)

Tags :
Kategori :

Terkait