Pengacara Bendungan Sengkuang Laporkan PPTK dan PPK ke Polda

Selasa 28-01-2020,09:57 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

ARGA MAKMUR RU - Permasalahan dugaan pungutan liar yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bengkulu Utara dalam proyek Bendungan Sengkuang berupa modus pinjaman Rp 600 juta dan Rp 63 juta oleh oknum PPK, PPTK dan Konsultan Pengawas, secara resmi diadukan kuasa hukum PT Fermada Tri Karya ke Kapolda Bengkulu Irjen Pol Supratman dan Kajati Bengkulu, Amandra Syah Arwan. Kuasa hukum PT Fermada Tri Karya, Ruben Panggabean, SH, MH menyebutkan, ada benang biru antara setoran pungli yang belum ditunaikan dengan berhentinya pengerjaan proyek sehingga dasar gugatan perdata antara pihaknya dengan pemkab akan secara mutatis mutandis dengan proses penyelidikan dalam perkara pidana terkait pungutan liar. \"Di era Jokowi, birokrasi sudah dirapikan dan dilarang berperilaku korup oleh karena itu sehubungan dengan datangnya RI 1 Kunker ke Tanah Raflesia Bengkulu, persoalan kasus korupsi harus dituntaskan karena akan jadi atensi presiden terkait adanya proyek bendungan yang mangkrak,\" ungkapnya. Ruben berharap, masalah dugaan pungli ini diusut tuntas oleh aparat penegak hukum. \"Pembiaran permasalahan dugaan pungli yang sangat menyengat ini, akan menjadi kado pahit bagi kedatangan Presiden Jokowi ke Bengkulu. Sebab, presiden telah berpesan agar polisi dan jaksa mengawal pembangunan dan investasi dari tindakan berupa pungli karena pungli adalah masalah serius dalam menghambat tumbuhnya investasi dan pembangunan di Indonesia,\" lanjutnya. Dikatakan Ruben, dalam laporan tersebut, pihaknya menyebut, setelah progres pengerjaan bendungan sengkuang berjalan 90 persen, kontrak pelapor (PT Fermada Tri Karya,red) diputus sepihak oleh DPUPR Bengkulu Utara. Setelah hal itu, pelapor menagih pembayaran 40 persen, sebagai sisa atas pembayaran sebelumnya di termin pertama sebanyak 50 persen. Hanya saja, masih dalam laporan tersebut, DPUPR hanya mengklaim pekerjaan sebanyak 62 persen. \"Jumlah 62 persen ini dari audit independen, bukan audit BPKP. Kami meminta audit BPKP agar lebih fair,\" lanjutnya. Menurut Ruben, pemutusan kontrak sepihak tersebut sangat berhubungan dengan permintaan komitmen fee oleh Kadis PUPR sebanyak 17 persen, oknum PPTK sebesar 1 persen, PPK sebesar 0,5 persen, dan konsultan pengawas sebesar 1 persen. \"Semuanya itu dari nilai total proyek sebesar Rp. 4,9 miliar. Dan diminta pada bulan Februari tahun 2017, sebelum pelaksanaan proyek berjalan,\" demikian Ruben. (red)

Tags :
Kategori :

Terkait