Pertanian Ubi Jalar Butuh Dukungan Pemerintah

Kamis 25-01-2018,16:30 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

HULU PALIK RU - Budi daya tanaman ubi jalar menjadi salah satu sektor pertanian unggulan yang saat ini tengah jadi idola petani di Desa Batu Roto, Kecamatan Hulu Palik. Sebab, selain pola tanam dan perawatannya yang dinilai cukup mudah dibanding dengan sejumlah tanaman lain. Hasil produksi pada tanaman ubi jalar ini juga memiliki tingkat ekonomi yang lebih tinggi dengan rata-rata hasil produksi dalam satu hektar mencapai 20-25 ton. Dengan estimasi harga jual rata-rata Rp 2.000 maka akan para petani akan mengasilkan uang dalam satu musim panen minimal sebesar Rp 40.000.000 dengan estimasi hasil produksi 20 ton/hektar. Namun begitu, lantaran minimnya kebutuhan konsumsi ubi jalar di Kabupaten Bengkulu Utara, membuat sejumlah petani kewalahan ketika melakukan penjualan hasil produksi pertanian, yang saat mengharuskan para petani saat ini menjual keluar daerah, dengan harga jual yang juga relatif tidak stabil. Ketua Kelompok Tani Sumber Makmur III, Desa Batu Roto, Madrizal kepada RU mengatakan dalam penjualan ubi jalar ini juga tidak seperti yang kita bayangkan, dimana sejumlah tengkulak atau penampung juga melakukan klasifikasi kualitas ubi para petani yang akan dijual. Di antaranya, pada kelas A (kualitas terbaik,red) ukuran ubi jalar minimal dengan berat 3 Ons ke atas dengan harga kisaran untuk saat ini Rp. 2.000 pada Kelas B (menengah,red) harus memiliki berat kisaran 2 Ons dengan harga penjualan Rp 1.500 sementara di Kelas C dengan berat rata-rata 1 Ons di angka Rp 700. \"Jadi memang hasil produksi ubi jalar yang para petani panen tidak semuanya bisa laku dijual. Karena yang ukurannya kecil-kecil atau kira-kira sebesar jempol kaki orang dewasa tidak laku lagi di pasaran karena tengkulak tidak mau menampung,\" keluhnya. Padahal hasil sortiran dalam satu hektarnya hasil produksi ubi jalar ini bisa mencapai angka 5-10 persen. Jumlah tersebut lanjut Ketua Kelompok Tani yang juga menjabat sebagai Sekdes Batu Roto ini, dinilai sangat tinggi dan membuat penghasilan para petani menurun. \"Hasil produksi tersebut lantaran banyak dan tidak bisa dijual tak jarang tidak diambil dan hanya dibuang begitu saja oleh para petani. Karena mau dikonsumsi sendiri atau dibagikan oleh sejumlah warga atau tetangga tidak akan habis,\" terangnya. Menyikapi kondisi tersebut, pihaknya mengaku telah memiliki inisiatif bersama dengan masyarakat petani untuk melakukan pengolahan hasil pertanian ubi jalar ini untuk menjadi bahan tepung. Namun demikian, saat ini para petani tengah kesulitan untuk memasarkan atau menjual tepung dari bahan ubi ini. \"Kalau cara pembuatannya kami sudah bisa dan alatnya bisa kami kondisikan. Harapan kami pemerintah bisa memfasilitasi hal ini sehingga ketika kami melakukan produksi ada tempat penampungan hasil tepung ubi jalar ini,\" harapnya. Dengan upaya ini selain bisa menjadi peluang usaha baru para petani sembari menunggu hasil pertanian selanjutnya, nilai produksi petanian ubi jalar bisa semakin stabil dan tidak berpangku pada harga jual di daerah lain. \"Rata-rata di desa kami saat ini melakukan penanaman ubi jalar ini. Bisa saya pastikan setiap minggunya bisa menghasilkan 2 ton produksi ubi jalar, karena pola tanamnya tidak serentak. Ini artinya sudah bisa mencukupi kebutuhan produksi pembuatan tepung ubi jalar jika memang ada marketnya,\" terangnya. Sementara itu, Kepala Desa Batu Roto, Wasri mengatakan, jika ada dukungan dari pemerintah dalam pengembangan ekonomi kreatif masyarakat desa ini, maka pihaknya juga bakal memfasilitasi pengembangan usaha ini melalui pengelolaan BUMDes. \"BUMDes kami saat ini baru mampu sebatas menampung hasil produksi pertanian masyarakat yang laku di pasaran. Namun untuk hasil yang di bawah pasaran belum bisa ditampung. Akan lebih bagus memang jika pemerintah mencarikan pasar hasil pengolahan ubi berupa tepung itu,\" pungkasnya. (sfa)

Tags :
Kategori :

Terkait