ACT, Gempa Bengkulu dan Dana Kemanusiaan
Paling Kiri (Raden Adnan) paling Kanan (Danang), nomor 2 dari Kanan (Solihin, Pengurus Suluk) paling tinggi (Heri Purwo), nomor 3 dari Kiri (Agustam), paling depan/tengah (Fitri) dan Pengurus Suluk Desa Rajak Besi tahun 2000--
Menjadi "pendamping" dan "pemberi masukan" menurut kami adalah pilihan tepat di tengah keterbatasan skill relawan yang minim pengetahuan akan mitigasi bencana.
Ohya, sekitar empat bulan setelah gempa, ada kisah menarik. Tiba-tiba saya menerima SMS dari Kak Muslimin, Bos Koran Semarak (sekarang berubah menjadi RB Media Group). Isinya ada laporan ke wartawan Semarak bahwa kami menggelapkan bantuan seng.
Tentu saya kaget, segera saya sampaikan info itu ke rekan-rekan. Ternyata benar di belakang Sekretariat KIPP ada sekitar dua kodi seng yang memang belum sempat dibagikan (Sekretariat KIPP sempat lama kosong akibat bentrok sopir angkot dengan polisi di lampu merah Kampung Bali, beberapa aktifis KIPP yang dituduh terlibat di tangkap dan dikejar aparat).
Tapi apapun motif pelapor ke wartawan itu kami harus mengucapkan terima kasih secara tulus.
Mungkin seng ini pemberian dari Bung Betrix dan kawan-kawan, sebab saya dengar waktu itu mereka membeli paku dan material lainnya untuk bantuan renovasi rumah korban gempa.
Kembali ke soal seng dua kodi tadi, kami segera memutuskan segera seng ini harus dibagikan.
Seorang teman namanya Raden Adnan sekarang Dosen Senior di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Dharma Andigha Bogor mengusulkan supaya seng itu diserahkan ke Rumah Suluk (tempat belajar tasawuf) di Desa Rajak Besi di kaki Gunung Bungkuk (sekarang masuk Kabupaten Bengkulu Tengah).
Usul itu kami setujui, sehabis dzuhur dengan mengendarai pick up yang kami sewa dari tetangga. Berangkatlah saya, Halid Saifullah (sekarang Ketua Bawaslu), Fitri (sekarang wartawan BE TV, Heri Purwo (almarhum), Danang Riyanto (sekarang Direktur Riset Lembaga Paskass) menuju lokasi.
Kami tiba sekitar pukul 15.00 WIB sore (waktu itu jalan di Bengkulu Tengah rusak parah walaupun menurut info terbaru seorang teman, kondisi jalan saat ini lebih parah karena angkutan batu bara)
Selesai menyerahkan bantuan seng, kami menuju rumah Raden Adnan di Desa Curup, selepas magrib dan setelah makan malam dengan menu spesial (ada lalap jengkol muda dan tempoyak) kami bergerak mendaki menuju punggung Gunung Bungkuk.
Tujuannya bukan ke puncak. Tapi kebun durian.
Dengan penerangan senter, satu jam perjalanan tibalah kami di kebun durian milik Raden Adnan. Sepanjang malam, kami tidak ada yang tidur semua sibuk ngobrol dan berebut mencari durian yang jatuh. Suasana riang dan gembira.
Setelah subuh kami pulang, masing-masing membawa dua durian di tangan kiri dan kanan.
Karena semalam sempat hujan, tentu jalan menjadi licin apalagi hari masih gelap. Hampir tiap sepuluh langkah ada yang jatuh terpeleset. Yang paling sering jatuh adalah Halid. Hampir saja durian ditangannya dilemparnya ke jurang karena jengkel dan putus asa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: