APKS Minta Cabut Larangan Ekspor

APKS Minta Cabut Larangan Ekspor

MUKOMUKO RU.ID - Petani kelapa sawit menjerit akibat penurunan harga yang terus menerus terjadi. Ditambah lagi, di tengah ancaman pada petani, tandan buah segar (TBS) kelapa sawitnya tidak dibeli lagi oleh toke dan pabrik kelapa sawit (PKS). Ketua Aliansi Petani Kelapa Sawit (APKS) Provinsi Bengkulu, Edy Manshury, S.Hut, MT menyatakan, pihaknya bersama kelembagaan petani Provinsi Bengkulu, meminta pemerintah segera mencabut berbagai kebijakan yang kini mencekik petani kelapa sawit. “Mohon dicabut kebijakan larangan ekspor CPO Refined, Blench and Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein) dan Used Cooking Oil (UCO),” desaknya. Sebab kebijakan pemerintah pusat yang dibuatkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan, Nomor 22 Tahun 2022 itu, telah mengakibatkan harga (TBS) kelapa sawit menjadi anjlok. Apalagi kebijakan itu, tidak diikuti oleh kebijakan menstabilkan harga pupuk dan herbisida. “Kebijakan ini dikeluarkan sejak menjelang libur lebaran, dimana momen itu, petani panen serentak. Disesalkan, kebijakan itu dikeluarkan saat minyak goreng sudah tidak langka lagi. Walaupun harganya mengikuti mekanisme pasar,” jengkelnya. Faktanya, harga minyak goreng di pasaran pun belum kunjung normal dan masih dikisaran Rp 14 ribu per kilogram. Dan kondisi sekarang pun, PKS terus membeli TBS produksi pekebun dengan harga murah. Klaimnya, tidak adanya kepastian penjualan CPO yang melebihi kapasitas tangki timbun. “Analisis kita, jika dilihat dari kapasitas terpasang PKS, jam kerja, jumlah TBS yang diterima dan kapasitas tangki timbun. Seharusnya sudah banyak tangki timbun PKS yang penuh. Ditambah dengan alasan maintenance, PKS berhenti beroperasi dan PKS buka lagi, semakin menjatuhkan harga TBS,” katanya. Selain itu, ia meminta dilakukan revisi terhadap Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01/PERMENTAN/KB.120/1/2018. Sebab Permentan tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun itu, tidak mengakomodir nasib petani kelapa sawit nonmitra. Termasuk juga gubernur Bengkulu, untuk merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) Bengkulu Nomor 64 Tahun 2018. Sebab baik Permentan maupun Pergub tersebut, tidak satupun mencantumkan sanksi bagi PKS yang tidak taat pada harga tetapan TBS. “Kami minta semuanya direvisi karena yang ada sekarang, merugikan. Apalagi dengan peraturan itu, menyebabkan banyak PKS nonkebun dan tidak bermitra dengan petani kelapa sawit. Selain itu, banyak perusahaan besar atau korporasi pemegang Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit yang tidak ada 20 persen plasma,” pungkasnya. (rel)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: