Tuntutan Petani Diakomodir, Jonaidi: Kita Pastikan Berjuang Hingga Pusat
BENGKULU RU.ID - Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu memastikan bakal mengakomodir tuntutan petani terkait anjloknya harga Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit, yang memberikan dampak cukup besar bagi masyarakat. Ini terungkap dalam hearing antara Komisi II DPRD provinsi dengan sejumlah asosiasi atau organisasi kelapa sawit di Provinsi Bengkulu, Selasa (17/5).
\"Bukan hanya sebatas itu saja, kita juga pastikan bakal memperjuangkan keluhan para petani hingga ke pemerintah pusat,\" tegas Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu, Jonaidi, SP, MM dalam hearing yang didampingi sejumlah anggotanya yakni Yevri Sudianto, H. Sujono, SP, M.Si, Usin Abdisyah Putra Sembiring, SH, dan Suimi Fales, SH, MH.
Menurutnya, rencana aksi yang bakal dipersiapkan pihaknya secara kelembagaan, menyampaikan tuntutan yang merupakan amanah para petani sawit tersebut kepada kementerian terkait hingga Presiden RI.
\"Seperti tuntutan pencabutan Permendag RI No 22 tahun 2022 tentang larangan sementara ekspor CPO,\" ungkap Jonaidi.
Kemudian, lanjutnya, revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) RI No 01 Tahun 2018, serta kepada Gubernur Bengkulu agar merevisi Pergub No 64 tahun 2018 berkenaan dengan penetapan harga TBS kelapa sawit.
\"Kita pastikan bakal ikut melakukan intervensi, namun tetap menyesuaikan dengan fungsi DPRD,\" katanya.
Disisi lain, Jonaidi menilai, terkait anjloknya harga TBS ini, dibutuhkan pengawasan bersama. Dalam artian bukan hanya pihaknya, tetapi juga asosiasi petani sawit dan juga masyarakat secara umum. Pengawasan pun bukan hanya terpaku atau condong pada pabrik Crude Palm Oil (CPO) saja, tetapi juga pada ram kelapa sawit, dan pengepul atau toke.
\"Karena dari pantauan kita sebelumnya, pada beberapa pabrik CPO membeli kelapa sawit antara harga Rp 1.990 hingga Rp 2.200 per Kilogram (Kg). Tapi pada tingkatan petani hanya dibeli pengepul atau ram kelapa sawit seharga Rp 800 hingga Rp 900 per Kg. Kesenjangannya terlalu jauh, makanya perlu diawasi,\" sampai Jonaidi.
Dilain pihak, sambungnya, pengawasan dan penindakan pabrik, ram sawit, dan toke ini ada pada Pemerintah Kabupaten/Kota yang wilayahnya memilik pabrik CPO.
\"Jadi secara domain, Bupati/Walikota yang wilayahnya terdapat pabrik CPO memiliki kewenangan untuk penindakan. Karena izin pabrik, ram kelapa sawit, dan toke dalam bentuk CV ataupun koperasi ada pada pemerintah kabupaten/kota,\" bebernya.
Jadi seyogyanya pemerintah kabupaten/kota dapat melindungi petani dalam masalah ini. Tapi faktanya ada beberapa bupati malah tak bergeming atau tidak peka dalam persoalan ini.
\"Kitapun juga berharap komitmen asosiasi petani sawit dalam pengawasan, dan turut mendorong pemerintah kabupaten/kota bersikap,\" harap Jonaidi diamini anggotanya.
Sementara itu, Ketua DPW APKASINDO Provinsi Bengkulu, Jon Simamora menyampaikan, pada prinsipnya apa yang disampaikan dalam hearing, tidak jauh berbeda dengan upaya yang dilakukan Gubernur Bengkulu.
\"Tentu saja ini yang sangat kita harapkan, sehingga nantinya persoalan anjloknya harga TBS kelapa sawit ini terdapat jalan terbaik,\" demikian Jon. (tux)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: