Sedot Anggaran, Riparda Harus Produktif
ARGA MAKMUR RU.ID - Pengawasan di sektor legislasi harus menjadi salah satu fokus DPRD Bengkulu Utara (BU). Pengawasan itu bisa saja terkait teknis-teknis kerja program daerah lewat Perda Nomor 7/2017 tentang Tanggungjawab Sosial Lingkungan Perusahaan (TJLSP), belum lagi soal Perda Nomor 5 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang aturan turunannya pun belum rampung. Tak kalah penting lagi, Rencana Induk Pariwisata Daerah atau Riparda atau Perda Nomor 4 Tahun 2017 tentang Riparda, idealnya bisa menstimulasi program, seperti menarik fiskal pusat ke daerah. Anggota DPRD dari Fraksi Gerindra, Rizal Sitorus, SE menilai, riparda dalam proses pembuatannya pun menyedot anggaran tak sedikit dari APBD. Sangat ideal, terus dia, produk hukum itu mampu memberikan sumbangsih konkret. \"Karena Riparda ini, merupakan instrumen arah pembangunan di sektor pariwisata daerah,\" terangnya, kemarin. Dia berharap, Riparda yang cakupan programnya meliputi 4 potensi kawasan strategis di Kabupaten Bengkulu Utara yaitu kawasan KTM Lagita, Kawasan Mina Politan, Kawasan Ketahanan Pangan dan Pariwisata serta Kawasan Pulau terluar Enggano yang sudah turut dibreakdown setahun setelah disahkan dalam program Rencana Induk Pembangunan Objek Wisata (RIPOW) itu, sedianya memberikan penguatan daerah dalam memenej potensi-potensi di sektor yang menjadi pakem dalam regulasi daerah yang dibuat di tahun 2017 itu. \"Kami juga berharap, segmensi program dan instrumen regulasi di daerah selanjutnya, mencerminkan semangat pembangunan secara komprehensif, sebagai wadah pembangunan di kabupaten. Karena BU itu terdiri dari 19 kecamatan dan 215 dengan 5 kelurahan. Semangat kesamaan sikap ini sangat penting,\" tegasnya. Senada dengan dinamika yang terjadi di sektor regulasi daerah, belakangan ini. Rizal menegaskan instrumen yang didengungkan menjadi salah satu model pembangunan di daerah ini, akan menjadi bagian kerja-kerja evaluatif. Penegasan dewan ini, menjadi menambah derat hitung soal ancang-ancang kerja pengawasan di sektor regulasi yang sebelumnya pun kedapatan tidak dilakukan dengan dengan baik, wabil khususnya terhadap Perda Nomor 5/2020 tentang Jamkesda. Produk hukum itu, nyatanya melewati tenggat waktu yang ditegas dalam pasal penegasan soal aturan turunan. Dalam pasal 45, menegas produk hukum turunan paling lambat dibuat eksekutif 6 bulan setelah pengesahan. Faktanya, hingga memasuki bulan kesembilan, dewan dan pemda baru bergeming. Itu pun pascamandapati sorotan. \"Evaluasi ini tentu dilakukan. Karena dewan memiliki fungsi di sektor legislasi. Selain anggaran dan pengawasan,\" pungkasnya. (bep)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: