60 Koperasi Tak Sehat, 121 Ngemplang RAT

60 Koperasi Tak Sehat, 121 Ngemplang RAT

WASPADA RENTENIR
ARGA MAKMUR RU.ID- Pengawasan koperasi di daerah, agaknya harus intensif. Apalagi, di tengah maraknya praktik rente dengan beragam modus operandinya, mulai dari online sampai dengan door to door di tengah paceklik lantaran pandemi Covid-19, motor iming-iming jasa keuangan perorangan dengan syarat mudah dan cepat cair itu, rawan kian menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Plt Kepala Dinas Koperasi, Inayati,SE lewat Kabid Koperasi dan UKM, Ali Wardana, SE, saat dikonfirmasi Radar Utara, Senin (18/10), mengatakan kerja-kerja pengawasan sudah dilakukan. Dia menerangkan, by data, keberadaan koperasi di daerah ini jumlahnya mencapai 246 yang tersebar di beberapa wilayah. Tapi dia tidak menjelas detil, jenis lembaga keuangan itu. Misalnya koperasi yang benar-benar melaksanakan total aktifitasnya di daerah sampai dengan koperasi yang statusnya hanya sebagai cabang atau cabang pembantu, layaknya yang pernah teruangkap dalam kasus BMT L Risma yang berujung meruginya para nasabah. Tapi daerah mengaku sudah punya data, soal keberadaan koperasi yang sehat. \"Kalau yang terdaftar ada 246 koperasi. Tapi yang sehat lebih kurang 186 koperasi,\" ungkap Ali, kemarin. Sembari membeber rentet tolok ukur sebuah koperasi dinilai sehat, secara umum, lanjut Ali, adalah koperasi atau lembaga keuangan itu rutin menyampaikan hasil Rapat Akhir Tahun (RAT). Secara umum, RAT menjelaskan bagaimana kondisi fiskal sebuah koperasi dalam perjalan bisnisnya selama setahun terakhir. Lainnya, detil soal pengurus sampai dengan anggota berikut faktual keuangannya, dapat dilihat dalam laporan RAT yang sementara ini menjadi ukuran daerah dalam menilai sebuah koperasi bisa dinilai sehat atau tidak. Penelusuran koran ini pun menemui utas persoalan. Tidak seluruh koperasi yang sebelumnya dinilai sehat itu, patuh menyampaikan RAT alias kondisi keuangannya beberapa tahun terakhir. \"Betul (banyak koperasi tak laporkan RAT teranyarnya,red). Antara 30-35 persen saja yang melaporkan RAT. Alasan didominasi dengan alasan tidak bisa menggelar RAT, karena pandemi Covid-19. Kondisi ini terjadi puncaknya di tahun 2020 lalu,\" terang dia mencerita tentang lebih kurang hanya 65 koperasi yang patuh menyampaikan kondisi sebaran dan kekuatan keuangannya kepada daerah. Paceklik keuangan sendiri, turut berimbas dengan laju pertumbuhan lembaga keuangan resmi di daerah. Sebuah koperasi akan dinilai resmi, terus Ali, ketika mendaftarkan legalitasnya kepada daerah melalui Dinas Koperasi dan UKM. Praktis, bisnis jasa keuangan yang tidak terdaftar di kabupaten, merupakan bisnis jasa keuangan ilegal. Persoalannya, daerah tidak bisa mengungkap jumlahnya yang disinyalir kian tumbuh itu, lantaran kewenangan pengawasan yang diberikan kepada pemerintah daerah adalah terhadap lembaga keuangan resmi. Hasil catat pihaknya pada 2019, terungkap ada lebih kurang 10 koperasi yang sowan ke daerah dengan cara mendaftar. Nihil pendaftaran terjadi di tahun berikutnya sampai dengan tahun ini. \"Kita tidak bisa mengawasi mereka (jasa keuangan,red) yang melancarkan aktifitasnya langsung ke calon konsumen. Patut diduga, praktik yang dilakukan adalah ilegal,\" diagnosa sosialnya, dikutip dari SKH Radar Utara. Langkah antisipatif, lanjut dia, sangat perlu dilakukan langkah-langkah kerja masif. Salah satunya pemerintahan desa. Cara ini, terus Ali, selain melacak keberadan jasa keuangan ilegal yang mengarah pada praktik rentenir yang mencekik para nasabahnya, gegara bunga yang bisa dikatakan di luar nalar. Jelasnya di atas bunga bank yang sudah diatur tegas dan diawasi ketat oleh lembaga kompetensi pemerintah; Otoritas Jasa Keuangan (OJK). \"Praktik rente inilah yang sangat membahayakan. Ini memerlukan langkah bersama, agar praktik rente ini bisa ditekan,\" pungkasnya. Sekedar mengulas, lacak dini keberadaan lembaga keuangan yang sedianya harus sehat itu, sempat menjadi sorotan pascaterkuaknya kasus Koperasi BMT L Risma yang merugikan total nasabahnya hingga miliaran rupiah 2019 silam. Usut punya usut, ternyata koperasi yang berkantor pusat di Lampung itu, terindikasi melakukan praktik curang dengan sistem subsidi silang terhadap kantor-kantor cabangnya di beberapa daerah. Namun kusut keuangan yang terjadi, kemudian berimbas pada nasabahnya yang saat ini mencuat dari wilayah Putri Hijau, melauas lagi ke wilayah Kabupaten Mukomuko sampai dengan Kota Bengkulu. Pengusutan yang dilakukan polisi, berhasil mencokok pentolan koperasi itu. Hanya saja, uang nasabah tetap raib dengan dalih para tersangka mengaku telah menghabiskannya untuk kebutuhan operasional kantor dan gaji karyawan sampai dengan sewa kantor. Pengawasan terhadap lembaga keuangan agaknya masih dilakukan oleh daerah. Meski, dalam beberapa sektor regulasi yang mengaturnya, kerja pengawasan pun tak bisa dilakukan maksimal. Perkakas kerja, salah satunya Sumber Daya Manusia (SDM) yang selaras dengan titah regulasi, juga menjadi pekerjaan rumah daerah. (bep)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: