Sudah Makan Odol, Baru Berhenti Perjuangkan Reforma Agraria
BENGKULU RU.ID - Momentum peringatan Hari Tani Nasional pada tahun ini harus menjadi pijakan bagi semua pihak untuk sama sekali tidak pernah berhenti dalam memperjuangkan reforma agraria. Ini ditegaskan Pengamat Sosial, Agustam Rachman yang pernah mejabat sebagai Sekretaris Jendral Serikat Tani Bengkulu periode 2002-2005, Jum\'at (24/9). \"Kalau ada yang bertanya apa pentingnya kita terlibat dalam gerakan reforma agraria, jawabannya sederhana. Ketika manusia sudah makan odol dan tidak makan nasi lagi, baru kita berhenti memperjuangkan reforma agraria. Pertanyaan yang sebenarnya sebuah pemikiran yang kurang baik itu, pernah terlontar saat diskusi,\" ungkap Agustam. Diskusi itu, lanjut Agustan, berlangsung di Kantor Indonesian House, Amsterdam, Belanda pada awal Januari 2005 yang disampaikan seorang mahasiswa Indonesia saat tengah studi disana. \"Jawaban menohok itu adalah jawaban Gunawan Wiradi almarhum, seorang akademisi yang sejak jaman orde lama sudah bergelut dengan perjuangan keadilan agraria,\" katanya. Menurutnya, secara substansi memang reforma agraria intinya menyangkut soal distribusi tanah secara adil pada rakyat. Tetapi yang juga penting, setelah distribusi tanah dilakukan secara adil, maka berikutnya negara wajib melakukan upaya agar tanah tersebut menjadi produktif. \"Termasuk juga negara harus memikirkan pasar pascaproduksi,\" tegas Agustam. Begitu juga, sambungnya, terhadap akses kepada alat produksi berupa tanah harus diberikan pada seluruh rakyat tanpa terkecuali. Memusatkan kepemilikan tanah pada segelintir pemilik perusahaan besar dibidang perkebunan, tambang dan HPH adalah kejahatan kemanusiaan. Karena itu sama saja dengan menutup hak hidup rakyat banyak. \"Berdasarkan penelitian Prof. Herawan Sauni yang merupakan seorang ahli agraria Universitas Bengkulu (UNIB) dan kawan-kawan pada tahun 2002 menemukan fakta, bahwa rata-rata rumah tangga petani hanya memiliki 0,5 hektar tanah. Sesuatu yang sangat timpang jika dibandingkan dengan HGU milik perusahaan perkebunan, ataupun IUP perusahaan pertambangan,\" ujarnya. Lebih jauh dikatakannya, saat ini harus berhenti untuk terus berpura-pura dengan mengatakan bahwa investasi perkebunan besar, perusahaan tambang, dan HPH adalah malaikat penyelamat rakyat. \"Karena keberadaan perusahaan-perusahaan itu telah menghilangkan hak rakyat Indonesia terhadap hak atas tanah. Saat ini sudah 76 tahun negara kita merdeka, tapi masih bemerdeka tapi masih bercokol banyak Kompeni,\" demikian Agustam. (tux)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: